Economy Circular Dibalik Gubuk Kumuh Pemulung TPST Bantargebang

Ida Farida
Aug 03, 2023

Kondisi pemulung di TPST Bantargebang tak terdampak economy Circular. Foto: KPNas

semakin sulit mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan dicengkeram udara gubuk kumuh, bacin, tanpa candela. 

 

Contoh Iskandar (50 th) pemulung asal Muara Gembong Bekasi, sudah 10 tahun mengais sampah di TPA Sumurbatu Kota Bekasi. Ia bersama istri dan tiga anaknya tinggal di gubuk blok makam Mbah Raden Kebluk Sumurbatu. 

 

Saat ditemui Iskandar bersama istrinya sedang memilah sampah di samping gubuknya. Ia menyatakan, bahwa penurunan harga sampah pungutan benar-benar berpengaruh pada keluarganya. Hampir semua sampah turun harganya, yang paling parah emberan dan kertas. Penghasilan mengais sampah sekitar 50 kg, harga sampah gabrugan (campuran) Rp 750-800/kg. Harga plastik LD campuran Rp 5.000, LD bening (infus) Rp 5.000, padahal ketika harga bagus mencapai Rp 10.000/kg. 

 

Income sehari Rp 70.000, maksimal 80.000. Jadi, Iskandar tekor Rp 20.000-30.000 setiap hari. Dari mana menutup kekurangan tersebut. Biasanya hutang ke bosa tau bank emok. 

 

Sedang pengeluaran untuk kebutuhan makan, uang sekolah, jajan, dll sekitar Rp 100.000. Kadang-kandang lebih. Istri Iskandar menambahkan sekarang harga beras Rp 12.000/liter bukan per kg. Sayur asem Rp 4.000/bungkus, cabe Rp 5.000/bungkus, bawang merah Rp 5.000/bungkus, bawang putih Rp 5.000/bungkus kecil, minyak goreng murah Rp 15.000/bungkus, uang jajang sekolah 5.000 sampai jam 11 siang, sekolah siang Rp 5.000, ngaji malam Rp 5.000. Padahal punya 3 anak.

 

Belum lagi kalau sakit, istri Iskandar melanjutkan, jika sakit ringan hanya puyeng, pilek biasanya beli obat ke warung. Tetapi jika sakit serius berobat ke mantri kesehatan dikenai tarif Rp 150.000-200.000, diberi obat untuk tiga hari. Jika belum sembuh disuruh checkup lagi dengan biaya Rp 200.000. 

 

Memang pekerjaan pemulung penuh resiko, seperti kena paku, beling,


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0