Economy Circular Dibalik Gubuk Kumuh Pemulung TPST Bantargebang

Ida Farida
Aug 03, 2023

Kondisi pemulung di TPST Bantargebang tak terdampak economy Circular. Foto: KPNas

gubuk-gubuk itu dibuatkan bos (pelapak). Namun, semua barang hasil pungutan harus disetor ke bos. Termasuk yang menentukan harga pungutan, semua tergantung pada bos. Pemulung sebagai anak buah hanya bekerja. 

 

Lanjutnya, penghasilan paling besar Rp 80.000, pengeluaran lebih Rp 100.000, tekor Rp 20.000 tiap hari. Hampir sama dengan kasus Iskandar. Jika kurang uang pinjam ke bos, misal Rp 200.000 untuk seminggu. Karena menimbang barang pada bos setiap minggu. Nanti, hutangnya diperhitungkan saat nimbang barang. 

 

Darman merasakan sebagai pengorek sampah lebih enak ketimbang buruh tani atau empang. Jadi petani berat, duwitnya lama, berbeda dengan pemulung bekerja seminggu ada hasil. Sayangnya, harga sampah turun terus sudah setahun membuat hidup makin sulit.

 

Meskipun harga sampah turun draktis Darman pasrah, tidak mengeluh, tetap bekerja. Sebenarnya, ia ingin harga-harga sampah naik lagi, stabil supaya kebutuhan hidup sehari-hari tercukupi. Juga, ia pasrah tinggal di gubuk kumuh, pengab bacin, karena tidak bayar dan tergantung pada bos. Begitu pasrah meskipun kemiskinan, ketidakadilan melilit, eksploitasi itulah tercemin SDM rendah dan pilihan sempit buntu. Terus bagaimana dengan hak-hak kesehatan dan masa depan anak-anaknya?! ***


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0