Golkar Semakin Lemah, Akankah Terus ‘Mengekor’ PDIP?

Peri Irawan
Apr 28, 2023

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director Political Economy and Policy Studies

Presiden Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998, digantikan oleh wakil presiden Habibie. Pemilu (pemilihan umum) yang seharusnya dilaksanakan pada 2002 kemudian dipercepat menjadi 1999, diikuti oleh 48 partai politik.

PDI Perjuangan (PDIP), partai yang dianggap korban manipulasi penguasa, sukses meraih suara terbanyak, 33,75 persen. Partai Golkar, di luar perkiraan, masih bisa bertahan, menjadi partai pemenang kedua dengan perolehan suara 22,43 persen.

Pada pemilu 2004, suara Golkar turun sedikit (dari 22,43) menjadi 21,57 persen. Meskipun begitu, Golkar menjadi partai pemenang pemilu 2004, karena suara PDIP anjlok (dari 33,75) menjadi 18,53 persen.

Lima tahun kemudian, pemilu 2009, suara Golkar turun tajam menjadi 14,45 persen. Suara PDIP juga anjlok menjadi 14,01 persen. Suara keduanya anjlok karena perolehan suara Demokrat melonjak dari 7,45 persen menjadi 20,81 persen.

Pada pemilu 2014, suara Golkar stagnan di 14,75 persen. Meskipun begitu, Golkar tetap menjadi partai pemenang kedua, di bawah perolehan suara PDIP yang naik menjadi 18,96 persen. Sedangkan partai pemenang ketiga direbut Gerindra dengan perolehan suara naik signifikan (dari 4,46) menjadi 11,81 persen. Kenaikan suara Gerindra ini tidak lepas dari peran oposisi Gerindra selama pemerintahan SBY periode 2009-2014.

Di pemilu 2019, suara Golkar turun lagi menjadi tinggal 12,31 persen, menempati posisi ketiga, di bawah Gerindra yang sukses memperoleh suara 12,57 persen.

Suara PDIP di pemilu 2019 juga stagnan di 19,33 persen, hanya naik 0,37 persen dari pemilu 2014. Padahal PDIP ketika itu sebagai partai penguasa. Pencalonan Jokowi sebagai capres


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0