|

Hukum puasa tapi tidak salat, ini penjelasannya

Peri Irawan
Apr 09, 2023
0
1 minute

KOSADATA - Bagi setiap muslim, hukum puasa Ramadan merupakan ibadah yang wajib dilakukan ketika seseorang telah mencapai Mukallaf. Bagi orang yang mengingkari kewajiban puasa Ramadan, ia berada di luar lingkaran Islam. Bagaimana dengan orang yang berpuasa tapi tidak salat? Apakah ibadah puasa dapat diterima?

Secara hukum, salat 5 waktu adalah ibadah wajib. Akibatnya hukum bagi orang yang menolak salat, Allah 'Azza wa Jalla tidak menerima amalnya baik itu haji, puasa, zakat atau amal apapun.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Buraidah bahwa dia berkata: Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, berkata:

مَنْ تَرَكَ صَلةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ

“Barangsiapa meninggalkan salat Ashar, maka akan terhapus amalnya.” (HR. Al-Bukhari, 520)

Makna dari habitha 'amaluhu' adalah diabaikan, tidak bermanfaat sama sekali. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan amalan salat tidak akan diterima oleh Allah 'Azza wa Jalla. Puasa yang dia lakukan tidak berguna sama sekali. Amalannya tidak sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla; tidak diterima

Tentang hadits di atas, Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan, makna yang terkandung dari hadits tersebut bahwa bentuk at-tarku/meninggalkan itu ada dua: meninggalkan secara keseluruhan, tidak pernah shalat sama sekali. Bentuk ‘meninggalkan’ jenis ini berkonsekwensi pada kesia-siaan seluruh amalannya.

Kemudian bentuk yang kedua, meninggalkan pada bagian atau waktu tertentu saja; tidak salat pada hari-hari tertentu saja. Bentuk ‘meninggalkan’ jenis ini berkonsekwensi pada kesia-siaan amal hanya pada hari itu saja.

Kesia-siaan amal adalah konsekwensi dari meninggalkan salat keseluruhan, kesia-siaan tertentu adalah konsekwensi dari meninggalkan shalat pada waktu tertentu saja. (Ash-Shalat, 65)

Dilansir dari laman dakwah dan sejumlah sumber lain, Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang status puasanya orang yang meninggalkan salat. Beliau menjawab,

تَارِكُ الصَّلَاةِ صَوْمُهُ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ وَلَا مَقْبُوْلٍ مِنْهُ؛ لِأَنَّ تَارِكَ الصَّلَاةِ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ

Orang yang meninggalkan salat puasanya tidak sah dan tidak diterima. Sebab orang yang meninggalkan shalat statusnya adalah kafir murtad. (Fatawa ash-Shiyam, 87)

Pernyataan beliau ini didasarkan pada firman Allah ‘Azza wa Jalla,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11)

Kemudian didasarkan pula pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ

“Pemisah antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah ditinggalkannya salat.” (HR. Muslim, 82)

Beliau juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka adalah salat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2621, dishahihkan oleh al-Albani).

Salat merupakan ibadah pokok dalam Islam dan wajib dikerjakan bagi orang yang sudah memenuhi persyaratan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa salat ialah amalan pertama yang dilihat (hisab) Allah di hari akhirat kelak (HR Ibn Majah).

Bahkan dalam hadits lain dikatakan, “Antara hamba (mukmin) dan kafir ialah meninggalkan salat,” (HR Ibnu Majah). Maksudnya meninggalkan shalat dapat menjadi perantara seorang untuk menjadi kafir.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0