Kasus PLTU Paiton, Bukti Listrik Swasta Itu Mahal

Peri Irawan
Jan 27, 2023

Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST

PLTU Paiton I merupakan pembangkit IPP (Independent Power Producer) di bilangan Paiton, Jatim, yang di dibangun pada 1994 oleh "Joint Operation" (JO)  antara General Electric Company (AS), Mitsui Corp (Jepang) dan PT. Batu Hitam Perkasa (Indonesia). Yang saat ini kemudian ada PT. Toba Bara yang merupakan perusahaan Luhut BP juga. IPP itu sering disebut juga sebagai Paiton Energy Company (PT. PEC).

Pada awal 1999 Direktur Utama PLN  Adhi Satria menggugat Kontrak/PPA (Power Purchase Agreement) antara  PEC dan PLN  karena menurut penilaian nya terlalu mahal. Saat itu Adhi Satria menyebut PPA dimaksud  sebagai "World Class Mark Up " Contract ! Mengingat harga jual listrik IPP Paiton tersebut, kala itu,   ke PLN sebesar USD 8,5 cent/Kwh. Sementara  hitungan Tim Adhi Satria (Tenaga Ahli PLN bersama para Konsultan) bila PLTU sekelas  (800 MW) itu di laksanakan dan di operasikan  langsung oleh PLN maka harga jual listrik produk PLTU tersebut hanya pada kisaran USD 3,5-4 cent per kWh. Artinya harga jual listrik IPP PLTU PEC tersebut hampir tiga kali lipat harga listrik PLTU PLN. Belum lagi dalam kontrak /PPA PLN dan PT. PEC terdapat TOP (Take Or Pay) "Clause" yang sangat memberatkan PLN mengingat aturan minimal "stroom" yang harus dibayar perharinya adalah minimal 70% daya terpasang. Artinya bila PLTU swasta itu dalam keadaan "tidur" pun juga di anggap bekerja dan minimal 70% "stroom" nya harus dibayar PLN.

Semua "manuver" Adhi Satria diatas berakibat di copotnya Adhi dari jabatan Dirut PLN dan digantikan Koentoro Mangkoesoebroto, pada awal 2000,  yang notabene masih menjadi Menteri


1 2 3
Post a Comment

Comments 0