|

Memaknai Tradisi Mbulusan, Strategi Sunan Muria Menyebarkan Ajaran Islam di Kudus

Peri Irawan
Apr 30, 2023
0
1 minute

KOSADATA - Tradisi Mbulusan di Kudus rutin digelar pada tanggal 8 Syawal setiap tahunnya. Tradisi ini dianggap menjadi strategi Sunan Muria kala itu, saat menyebarkan ajaran Islam di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Pada Sabtu (29/4/2023) kemarin, sejumlah warga Kudus di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo kembali merayakan tradisi Mbulusan. Bagi warga, tradisi Mbulusan dianggap sebagai upaya memperingati hari lahirnya (haul) bulus, jelmaan dari Kumoro dan Komari.

Perayaan tradisi bulusan diperkirakan berlangsung sudah lama, yakni sejak puluhan tahun ketika Sunan Muria masih menjalankan syiar agama Islam di daerah tersebut.

Tradisi Mbulusan ini bermula dari cerita nenek moyang terkuat asal muasal munculnya hewan air yang bernama bulus atau labi-labi yang diyakini merupakan jelmaan dari dua manusia bernama Kumoro dan Komari, murid dari Kiai Dudo.

Peristiwa tersebut diyakini terjadi pada malam 17 Ramadhan ketika ada peringatan Nujulul Quran di Desa Hadipolo yang dilaksanakan selesai Shalat Tarawih. Kala itu, hadir Sunan Muria, namun saat acara berlangsung dua murid Kiai Dudo, Kumoro dan Komari mengeluarkan suara gaduh karena sedang mengambil benih padi.

Kumoro dan Komari pun dikira bulus, setelah dilihat keduanya menjadi Bulus. Meskipun telah berubah menjadi bulus, nantinya setiap 8 Syawal akan diperingati oleh anak cucunya tanpa harus diundang.

Seperti disampaikan Ketua Panitia Perayaan Tradisi Mbulusan Desa Hadipolo, Mursidi, warga secara turun temurun melestarikan tradisi tersebut dengan merayakannya tradisi bulan Syawal dengan sebutan tradisi mbulusan.

Karena pelaksanaannya juga bertepatan dengan bulan Syawal, maka tradisi itu dimaknai pula sebagai ajang untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan antarsesama, setelah sebelumnya menjalankan puasa sebulan penuh.

Sebelumnya tradisi bulusan digelar sederhana, yakni dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan pemberian makan terhadap sejumlah bulus yang kala itu masih berada di aliran sungai berupa ketupat dan lepet. Kini bulus yang sudah berkembang biak menjadi belasan ekor itu ditempatkan di kolam khusus.

Seiring animo masyarakat yang begitu besar untuk melihat tradisi bulusan, akhirnya dimeriahkan dengan aneka rangkaian kegiatan. Seperti dilansir Antara, aneka kegiatan itu, ada kirab gunungan hasil bumi dari warga sekitar dengan rute di jalan perkampungan hingga berakhir di tempat bulus tersebut berada. Kemudian hasil bumi tersebut diperebutkan warga yang mereka yakini bisa mendatangkan berkah karena sudah mendapatkan doa dari ulama setempat.

Acara dilanjutkan dengan penyerahan kupat dan lepet kepada juru kunci bulusan, lantas diberikan kepada bulus sebagai makanannya.

Pada malam harinya, dilanjutkan dengan pementasan wayang kulit sekaligus ikut