Menikmati Festival Pacu Jalur Tradisional 2023, Balap Perahu di Sungai Kuantan Riau

Peri Irawan
Aug 26, 2023

Pemprov Riau gelar Festival Pacu Jalur Tradisional 2023 hingga 27 Agustus 2023 besok. Foto: Kemenparekraf

KOSADATA - Festival Pacu Jalur Tradisional 2023 masih digelar Provinsi Riau hingga Minggu (27/8/2023) besok. Konon, Pacu Jalur sudah ada sejak tahun 1903 dan menjadi agenda tetap Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk berkunjung ke Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi.


Jalur dalam bahasa daerah Kuansing diartikan sebagai sampan atau perahu yang panjang. Saat itu, jalur menjadi alat transportasi bagi masyarakat di sepanjang aliran Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di Hilir.


Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan, Festival Pacu Jalur Tradisional 2023 yang menyuguhkan atraksi seni dan budaya di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.


"Festival Pacu Jalur menjadi salah satu bagian dari 110 event dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2023. Diharapkan dengan hadirnya banyak wisatawan dapat membangkitkan ekonomi masyarakat," ujar Sandiaga dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/8/2023).


Menurutnya, event daerah ini akan membuka peluang usaha, akan menggeliatkan ekonomi, akan terlihat UMKM-UMKM yang mendapatkan omset lebih tinggi, selain itu ini akan memberi dampak langsung bagi masyarakat di Kuansing.


Pada tahun ini Festival Pacu Jalur dihelat mulai 23 hingga 27 Agustus 2023 yang diikuti oleh 193 jalur, baik dari Kabupaten Kuansing maupun jalur dari kabupaten lain yang ada di Riau. 


Bagi masyarakat lokal, jalur menjadi alat transportasi utama sebelum maraknya moda transportasi darat. Saat itu, jalur benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang.


Memiliki kreativitas seni yang tinggi, warga pun membuat ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).

Ukiran ini menunjukkan identitas sosial. Sebab, kala itu hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.


Baru pada 100 tahun kemudian, warga melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur itu menjadi semakin menarik, yakni dengan digelarnya acara lomba adu kecepatan antar jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0