|

Menikmati Pendaran Mentari Sore di Seberang Banyuwangi

Isma Nanik
Feb 25, 2023
0
1 minute

KOSADATA – Berlibur ke Bali terasa berbeda saat kita melintasi jalur darat melalui Banywangi. Terlebih, kita akan mengejar sunset di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Biasanya, untuk menuju kawasan Bali Barat diperlukan waktu sekitar tiga jam perjalanan dari Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Namun, kita bisa sampai dalam satu jam untuk mencapai kawasan TNBB dari Banyuwangi, itu pun sudah termasuk penyeberangan dengan kapal feri dari Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi menuju Pelabuhan Gilimanuk di Bali yang durasi sekitar 30 menit.

Begitu tiba di Gilimanuk, hanya perlu waktu lima menit dengan menggunakan kendaraan bermotor untuk menemukan gerbang masuk kawasan TNBB. Sangat beruntung jika kita tiba senja hari. Pendaran cahaya mentari yang akan tenggelam sangat menakjubkan terlihat di Pulau Dewata.

Beragam keindahan bisa kita nikmati di tempat ini. Apalagi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja melepasliarkan 3 ekor lumba-lumba hidung botol di Gilimanuk, Bali, belum lama ini.

Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santosa mengatakan bahwa pada tahun 2019, bekerjasama dengan Jaringan Satwa Indonesia (JSI) dan Taman Nasional Bali Barat, memindahkan ketiga lumba-lumba tersebut ke keramba (Sea Pen) rehabilitasi dan perawatan di teluk Banyuwedang, perairan laut Taman Nasional Bali Barat. 

“Proses rehabilitasi yang dilakukan di Sea Pen berukuran 30 x 20 x 13 meter bertujuan untuk mengembalikan kesehatan dan sifat liarnya agar dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya,“ ungkap Agus Budi. 

Pada saat menjadi satwa koleksi di Lembaga konservasi (ex situ) Lumba-lumba ini terbiasa untuk diberi makan, sehingga perlakuan pemberian makan secara bertahap diubah agar dapat mencari makan sendiri di alam. Tahap awal masih diberi makan ikan mati utuh, kemudian ikan hidup, sampai kepada penghentian sama sekali pemberian makan, tetapi diciptakan ekosistem buatan (Sea Pen) mendekati ekosistem alaminya dimana ikan-ikan hidup bisa ditangkap dan dimakan sendiri oleh Lumba-lumba hidung botol tersebut. 

Agus Budi menjelaskan, dalam proses rehabilitasi, Lumba-lumba Jhony tidak dapat menggigit ikan ketika menangkapnya dan sering terlepas Kembali, tidak seperti Lumba-lumba Rocky dan Rambo.  Berdasarkan analisis dokter hewan dari JSI yang didampingi oleh dokter hewan dari Taman Nasional, untuk membantu kemandirian pencarian pakan alami bagi Lumba-lumba Jhony, perlu dilakukan pemasangan mahkota gigi palsu. 

Pemasangan gigi pada lumba-lumba Jhony terbukti berhasil dilakukan tanpa menyakiti dan mengembalikan perilaku menangkap ikan hidup di alam. Taman Nasional Bali Barat telah dinilai akan sesuai sebagai lokasi pelepasliaran ketiga lumba-lumba tersebut. Diketahui terdapat 17 jenis lumba-lumba di dunia dan 10 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. 

Plt. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Bambang Hendroyono menambahkan keberhasilan rehabilitasi lumba-lumba termasuk pemasangan gigi dari konservasi ex-situ untuk siap dikembalikan ke habitat alaminya (in situ) patut dihargai karena merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan masih sangat langka dilakukan di dunia sehingga hal ini bisa menjadi referensi bagi “future practices” dalam pemulihan dan penyelamatan mamalia laut seperti Lumba-lumba. 

Ketiga lumba-lumba dipasang GPS yang akan terlepas sendiri 1 tahun kemudian, sehingga keberadaannya dapat dipantau melalui satelit. Selanjutnya monitoring pasca pelepasliaran akan tetap dilakukan baik menggunakan radiometri dan sonar serta pemantauan  secara factual melalui patroli dan sosialisasi kepada para pelaku jasa wisata dan masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Diharapkan lumba-lumba akan segera menemukan kelompok barunya, beradaptasi dan lestari di alamnya. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0

Trending Post

Latest News