|

Penyelundupan Impor Emas Rp189 triliun: Stafsus Diduga Beri Penjelasan Menyesatkan

Peri Irawan
Apr 06, 2023
0
1 minute

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, PPATK sudah dua kali menyerahkan laporan dugaan tindak pidana kepabeanan pada 2017 dan 2020 kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, masing-masing senilai Rp180 triliun dan Rp189 triliun.

PPATK mengatakan, kasus tindak pidana kepabeanan dimaksud terkait impor emas batangan, yang diakui sebagai emas mentah, untuk periode 2014-2016 senilai Rp180 triliun dan 2017-2019 senilai Rp189 triliun.

Laporan PPATK diduga terbengkalai. Mahfud sempat mengatakan laporan PPATK tersebut nampaknya tidak diberikan kepada Sri Mulyani.

Kementerian keuangan terlihat panik dan tidak terima pernyataan Mahfud dan Ivan.

Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo berusaha menjelaskan fakta dan modus ‘penyelundupan’ impor emas batangan ini.

Penjelasan ini untuk memberi kesan kepada publik, tidak ada pembiaran terhadap laporan PPATK ini, dan tidak ada data yang ditutupi kepada Sri Mulyani.

Yustinus Prastowo melalui akun twitternya, seperti dikutip berbagai media online, berusaha menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan (maksudnya DJBC?) sudah melakukan proses hukum terhadap pelaku eksportir emas batangan, yang mengaku ekspor emas perhiasan. Tetapi, DJBC akhirnya kalah. Begitu penjelasannya.

Tetapi, masalahnya, yang dijelaskan Yustinus Prastowo adalah kasus ekspor, bukan kasus impor seperti yang dilaporkan PPATK pada 2017 (Rp180 triliun) dan 2020 (Rp189 triliun).

Yustinus Prastowo menjelaskan seolah-olah kedua kasus ini sama, sehingga putusan kasus ekspor dijadikan referensi hukum kasus impor.

Singkat cerita kasus ekspor emas batangan yang diakui emas perhiasan sebagai berikut.

Pada persidangan di pengadilan negeri, eksportir dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi bukan merupakan tindak pidana (putusan 14 Februari 2017).

Kemudian DJBC mengajukan kasasi, dan eksportir dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana (putusan 20 November 2017).

Eksportir kemudian mengajukan Peninjauan Kembali, dan dinyatakan tidak bersalah (putusan 17 Juli 2019).

Berdasarkan kasus hukum ekspor emas batangan yang diakui sebagai emas perhiasan tersebut, DJBC kemudian berpendapat tidak ada tindak pidana atas kasus *impor* emas batangan yang dilaporkan PPATK pada 2020, senilai Rp189 triliun.

Pertanyaannya, kenapa  kasus hukum ekspor emas batangan, yang di dalam dokumen ekspor (PEB) diakui sebagai emas perhiasan, dijadikan referensi hukum untuk membebaskan tindak pidana kasus impo