Oleh: Sofa Sari Miladiah
KOSADATA - Pada pertengahan April 2023, warga Indonesia, khususunya urang Bandung, dikejutkan oleh penangkapan Wali Kota Bandung, Yana Mulyana. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Yana sebagai tersangka dalam dugaan suap proyek Bandung Smart City.
Penangkapan Yana menambah daftar panjang kepala daerah yang diciduk aparat lantaran melakukan tindak pidana korupsi. Hingga kini sudah ada ratusan kepala daerah yang menjadi pesakitan lantaran perbuatan melawan hukum.
Kenapa itu bisa terjadi?
Semestinya, manusia Indonesia adalah insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Itulah nilai-nilai luhur yang dijelaskan dengan rinci dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Seandainya pembentukan manusia Indonesia sudah sejalan dengan amanat Undang-Undang tersebut, berita tentang korupsi dan kejahatan birokrasi lainnya tidak akan menjadi berita utama di media-media massa, karena memang tidak ada kasusnya.
Ada mata rantai yang terputus dalam pembentukan manusia Indonesia. Pembentukan iman, akhlak, dan ilmu sejatinya bukan saja dilakukan di ruang-ruang kelas, tapi di semua tempat, termasuk di lingkungan birokrasi. Bukan hanya saat berstatus sebagai peserta didik, tapi di sepanjang hayat selaku warga negara.
Kami, para insan pendidikan, tengah bersemangat menggali lagi spirit Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 dijelaskan, manusia Indonesia dibangun melalui pendidikan untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, serta berakhlak mulia.
Ada dua padanan kata yang sangat istimewa: bertakwa dan berakhlak mulia. Habluminnallah dan hablumminannas. Kita baru saja digembleng selama satu bulan penuh di Ramadan agar bisa menjadi orang yang bertakwa.
Bukan hanya ditempa untuk menjadi manusia spiritualis vertikal, dengan puasa kita dididik untuk menajamkan kesalehan sosial. Tujuan berpuasa juga sebagai wasilah introspeksi diri: menahan hawa dan nafsu, melatih ruhani dan pribadi.
Orang berpuasa sedang digembleng untuk peka hati dan pandai introspeksi diri. Mereka akan terbiasa dengan kontrol emosi, tenang, khusuk dalam setiap tindakan. Semua sikap itu otomatis akan mendatangkan shofaul qolbi hingga bermuara pada akhlak mulia.
Hal itu sejalan dengan sabda baginda nabi Rasulullah SAW, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Bukhari).
Akhlak mulia atau adab itu sikap luhur bangsa kita. Kemarin, selama sebulan berpuasa, mayoritas dari kita sudah digembleng dengan tepo seliro, rendah hati, syukur, berbagi, empati, dan disiplin. Akhlak mulia merupakan permata dari tujuan pendidikan Indonesia, dan itu sejalan dengan perintah agama.
Hari Pendidikan Nasional menjadi momentum yang sangat tepat untuk merefleksi setiap langkah yang telah ditempuh. Kiranya tak bisa ditawar lagi bahwa proses belajar mengajar harus berpedoman pada tujuan peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Urutannya harus seperti rukun dalam ajaran umat Islam. Harus berurut. Jangan ilmu dulu, sementara adab atau akhlak, kemudian iman dan takwa, dilakukan belakangan. Utamakan akhlak sebelum ilmu.
Peningkatan prestasi akademik dan nilai di atas kertas penting, tapi jauh lebih penting adab atau akhlak. Semua pembelajaran jangan mengalami pergeseran. Pendidikan karakter jangan salah menerjemahkan. Pun dengan semangat merdeka belajar. Semuanya harus kembali pada "urutan rukun" tadi: utamakan adab sebelum ilmu. Prioritaskan akhlak mulia untuk semua peserta didik dan warga negara.
Spirit Sisdiknas dan hakikat puasa sangat relevan dan bernilai tinggi dalam membentuk manusia Indonesia yang paripurna. Indonesia akan berjaya apabila bangsanya beriman bertakwa dan berakhlak mulia, pekerja keras dan punya kreativitas tinggi.
Refleksi Hardiknas harus meningkatkan semangat mengukir karakter luhur tersebut. Saatnya kembali memahami bahwa pendidikan itu merupakan proses mengukir, sebuah seni membentuk manusia. Saatnya merangkai kembali rantai-rantai yang terputus dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Bahwa pendidikan untuk membentuk insan beriman bertakwa dan berakhlak mulia bukan hanya dilakukan di dalam kelas, tapi di semua tempat, termasuk di lingkungan birokrasi. Bukan hanya saat berstatus sebagai peserta didik, tapi di sepanjang hayat selaku warga negara.
Di tengah berseliwerannya berita-berita negatif, kita masih punya harapan tinggi bahwa pendidikan akan mampu membentuk manusia-manusia unggul, generasi beriman bertakwa dan berakhlak mulia, sehingga Indonesia menjadi negara yang bisa tegak berdiri di tengah percaturan global.
Penulis adalah;
- Guru di SMPIT Al Fitrah
- Dewan Pendidikan Kota Bandung (Terseleksi)
- Mahasiswa Doktoral (Ilmu Pendidikan) Universitas Islam Nusantara
Comments 0