Foto: ist
KOSADATA — Pemangkasan besar-besaran alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026 memantik kekhawatiran serius di kalangan pemerintah daerah. Dari total belanja negara Rp3.842,7 triliun, alokasi TKD hanya mencapai Rp693 triliun atau 18,03 persen, jauh menurun dibandingkan rata-rata 25 persen pada tiga tahun terakhir.
Padahal, dalam APBN 2025, TKD masih mencapai Rp919,9 triliun atau 25,40 persen dari total belanja negara. Artinya, terjadi pemangkasan sekitar Rp267,67 triliun atau turun 29,34 persen. Kondisi ini dinilai mengancam efektivitas pelaksanaan otonomi daerah yang selama ini bertumpu pada dana transfer pusat.
“Penurunan alokasi TKD ke level 18 persen ini bukan sekadar angka teknis, tapi sinyal perubahan orientasi fiskal yang bisa melemahkan semangat desentralisasi,” ujar Pengamat Kebijakan Publik, Sugiyanto (SGY) dalam keterangannya, Kamis, 9 Oktober 2025.
“Secara konstitusional, hubungan keuangan pusat dan daerah harus adil dan proporsional. Kalau daerah dipangkas sedalam ini, itu sama saja menggerus fondasi otonomi," ucapnya menambahkan.
Selama tiga tahun terakhir, rata-rata komposisi belanja pemerintah pusat dan daerah relatif stabil: 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah. Rasio itu dinilai sebagai bentuk keseimbangan fiskal yang sehat. Namun, pada APBN 2026, komposisinya berubah tajam menjadi 81,95 persen untuk pusat dan 18,03 persen untuk daerah.
Belanja pemerintah pusat naik signifikan menjadi Rp3.149,7 triliun, terdiri atas Rp1.510,5 triliun untuk kementerian/lembaga dan Rp1.639,1 triliun untuk belanja non-kementerian. Sementara TKD justru turun pada saat banyak daerah masih bergantung pada dana pusat untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan dasar.
Penurunan tajam TKD ini langsung mendapat respons dari para kepala daerah. Sejumlah gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi
Comments 0