Pesepeda Pertanyakan Komitmen Mobilitas Berkelanjutan Dishub DKI: Anggaran Jalur Sepeda Tersisih oleh Moge

Ida Farida
Apr 29, 2025

Pesepeda kritik kebijakan Dishub DKI Jakarta yang menganggarkan pembelian moge ketimbang pembangunan jalur sepeda. Foto: ist

KOSADATA-Langkah Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menganggarkan pembelian 20 unit motor gede (moge) untuk keperluan pengawalan, memantik kritik tajam dari komunitas pesepeda. Mereka menilai kebijakan tersebut bertolak belakang dengan semangat mobilitas berkelanjutan yang kerap digaungkan pemerintah.

 

“Ironisnya, di saat kebutuhan warga atas jalur sepeda yang aman diabaikan, justru Dishub DKI menganggarkan pembelian sepeda motor pengawalan sebesar Rp 37,3 miliar untuk 20 unit motor gede (dengan spesifikasi 1.600 cc, 6 silinder, torsi 160 Nm),” kata Fahmi Saimima, salah satu oesepeda di Jakarta yang juga anggota B2W Indonesia, kepada wartawan, Selasa, 29 April 2025.

 

Menurut Fahmi, sejak 2023 hingga saat ini, tidak ada penambahan maupun pemeliharaan signifikan pada jalur sepeda di Jakarta. Program strategis seperti evaluasi dan optimalisasi jalur yang sempat disampaikan ke publik, kata dia, menguap tanpa kabar. “Tak ada transparansi, tak ada pelaksanaan. Hanya janji di atas kertas,” ujarnya.

 

Sebaliknya, Dishub DKI justru menganggarkan Rp 37,3 miliar untuk pembelian 20 unit moge dengan spesifikasi 1.600 cc, 6 silinder, dan torsi 160 Nm. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan PP Nomor 43 Tahun 1993, petugas Dishub tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawalan kendaraan.

 

“Padahal, petugas Dishub secara hukum dilarang melakukan pengawalan kendaraan — sesuai UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP No. 43 Tahun 1993,” kata Fahmi. Ia membandingkan dengan anggaran jalur sepeda yang hanya Rp 10 miliar, atau hanya seperempat dari nilai pembelian moge tersebut.

 

Dalam hal ini, mereka mempertanyakan arah kebijakan transportasi DKI Jakarta yang dinilai bias terhadap kendaraan bermotor. Mereka menyerukan perubahan kebijakan yang berpihak pada keselamatan dan kesetaraan pengguna jalan, termasuk pesepeda dan pejalan kaki.

 

“Apakah ini bentuk komitmen terhadap mobilitas berkelanjutan dan keselamatan publik? Atau justru mencerminkan ketimpangan prioritas dan abainya pemerintah terhadap hak pengguna jalan non-motor?,” kata Fahmi.

 

Untuk itu, pihaknya mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan, disertai dengan transparansi anggaran dan akuntabilitas penggunaan dana publik. “Bersepeda bukan sekadar gaya. Ini tentang hak atas ruang jalan yang aman, adil, dan setara.” tegas Fahmi.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0