Foto: Pixabay/congerdesign
KOSADATA — Nasi, makanan pokok jutaan penduduk Indonesia, kembali jadi sorotan. Bukan karena kelangkaan atau harga yang melambung, melainkan karena isu kandungan arsenik di dalamnya.
Pada Mei lalu, organisasi Healthy Babies Bright Futures merilis laporan yang menyoroti paparan logam berat, termasuk arsenik, dalam beras yang beredar di Amerika Serikat. Temuan itu memicu kekhawatiran soal keamanan konsumsi beras di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Ahli gizi, Malina Malkani menjelaskan, arsenik merupakan unsur berbahaya yang secara alami dapat ditemukan dalam air tanah pada kadar tinggi.
“Paparan tinggi arsenik tidak hanya melalui air minum, tapi juga melalui tanaman yang diairi dengan air terkontaminasi,” ujar Malkani, dikutip dari Eating Well, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurutnya, paparan arsenik dalam jangka panjang, terutama sejak usia muda, berpotensi meningkatkan risiko kanker, diabetes, penyakit jantung, hingga kematian dini.
arsenik sendiri terbagi menjadi dua bentuk: organik dan anorganik. Bentuk anorganik, yang lebih berbahaya, sering ditemukan pada air dan tanah yang tercemar. Tanaman seperti padi dapat menyerap unsur ini melalui akar ketika lahan sawah tergenang air.
Ahli gizi Sharon Palmer menambahkan, kadar arsenik dalam beras juga dipengaruhi oleh kondisi tanah. “Di beberapa wilayah, seperti bagian tenggara Amerika Serikat, kandungan arsenik lebih tinggi akibat sejarah penggunaan pestisida berbasis arsenik pada lahan kapas,” ujarnya.
Menurut Palmer, sistem tanam padi yang mengharuskan penggenangan lahan membuat arsenik lebih mudah terserap ke dalam butiran beras.
Meski begitu, para ahli menilai masyarakat tidak perlu panik. Risiko paparan arsenik dapat diminimalkan dengan mencuci beras hingga bersih dan memasaknya dengan perbandingan air
Comments 0