Ingin Raih WTP Tahun Ini, Pramono Diminta Tindaklanjuti Temuan BPK Sebelumnya

Ida Farida
Mar 29, 2025

Wagub DKI Jakarta, Rano Karno menyerahkan LKPD 2024 kepada BPK. Foto: Humas Pemprov DKI Jakarta

KOSADATA - Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun ini menghadapi tantangan besar. Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik, menyoroti masih banyaknya rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti sejak 2005 hingga 2023. Ia pun mendorong Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk segera mengambil langkah konkret.

 

Sugiyanto mengungkapkan bahwa dirinya pernah meminta data rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta. Namun, permintaan tersebut tidak dikabulkan dengan alasan tertentu. Meski demikian, ia bertekad untuk mencari data tersebut melalui mekanisme Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

 

"Saya memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Jakarta yang mencantumkan rekomendasi BPK. Namun, akan lebih mudah menganalisis dan mengkaji rekomendasi yang belum ditindaklanjuti jika BPK memberikan rincian data tersebut secara terbuka," ujar Sugiyanto dalam keterangannya, Sabtu (28/3/2025).

 

Menurut Sugiyanto, keterbukaan data ini tidak hanya bermanfaat bagi Pemprov DKI Jakarta untuk memperbaiki kebijakan, tetapi juga membantu publik dalam memahami permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah.

 

RDF-ITF, Formula E, JIS, dan Permasalahan Lain

 

Salah satu sorotan utama adalah pembatalan proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) dan pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF). Sugiyanto menjelaskan bahwa proyek ITF pertama kali digagas oleh Gubernur Fauzi Bowo dan telah melalui proses lelang pada 2012. Namun, proyek ini tidak terealisasi karena berbagai kendala.

 

Pada era Gubernur Anies Baswedan, groundbreaking ITF Sunter dilakukan oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Namun, proyek tersebut dihentikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono. Sebagai gantinya, muncul rencana pembangunan RDF Plant yang akhirnya gagal beroperasi akibat bau menyengat dan dampak lingkungan yang dikeluhkan masyarakat.

 

"RDF Plant terus mengalami penundaan, dari awal tahun hingga kini ditargetkan selesai pada Juli 2025. Namun, pertanyaan besarnya adalah siapa yang bertanggung jawab atas pembatalan ITF dan kegagalan RDF Plant?" Kata Sugiyanto.

 

Selain ITF dan RDF, ia juga menyoroti persoalan pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) dan kandang Persija, penyelenggaraan Formula E, pengelolaan Rumah Susun Sederhana untuk Warga (RSSW), bantuan sosial Covid-19, serta temuan-temuan LHP BPK dari 2005 hingga 2023.

 

Sugiyanto berharap Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno dapat menggunakan data rekomendasi BPK sebagai bahan evaluasi kebijakan. Langkah ini, menurutnya, dapat membantu mengidentifikasi kebijakan yang keliru dan berpotensi merugikan negara, terutama yang mengandung indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

 

"Dengan keterbukaan data dan evaluasi yang menyeluruh, kebijakan yang lebih baik dapat dirumuskan demi kemajuan Jakarta dan kesejahteraan masyarakatnya," pungkasnya.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0