Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna

Ida Farida
Mar 03, 2024

Iket Sunda menjadi ciri khas peradaban tinggi masyarakat Jawa Barat. Foto: ist

KOSADATA - Beragam daerah memiliki budaya khas ikat kepala dengan masing-masing filosofinya. Salah satunya, Iket Sunda yang senantiasa digunakan warganya sejak jaman Kerajaan di Tatar Parahyangan.

 

Bahkan, Iket Sunda saat ini telah menjadi pelengkap gaya hidup bagi sebagian masyarakat Sunda. Namun, Iket Sunda tidak hanya sekedar kain semata. 

 

Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil menyebutkan Iket Sunda atau totopong atau penutup kepala tradisional dari kain adalah simbol keluhuran budi dan budaya si pemakainya.

 

"Kepala/hulu/mastaka adalah simbol kemuliaan. Tempat bersemayam sumber pikiran manusia. Karenanya hadir konsep penutup kepala, yang dari berbagai budaya diartikan sebagai lambang pemuliaan dan kehormatan," ujar Kang Emil pada salah satu cuitannya, dikutip Minggu (3/3/2024).

 

Menurutnya, terdapat lebih dari 12 jenis ikatan kain dalam tradisi iket Sunda yang mencerminkan keluhuran maksud dan pesan dari si pemakainya.

 

Iket, Totopong, atau Udeng ini merupakan bagian tutup kepala yang terbuat dari kain dengan corak khas budaya Sunda. Fungsi utama iket Sunda ini adalah sebagai sebagai pelindung kepala dari panas matahari, angin, dan cuaca, tetapi lebih terkenal sebagai pelengkap atau aksesoris busana Sunda.

 

Iket dalam budaya sunda memiliki filosofi tersendiri, disebut Makutawangsa: "sing saha bae anu make iket ieu, maka dirina kudu ngalakonkeun Pancadharma." Artinya : “barang siapa yang menggunakan iket ini, harus menjalankan Pancadharma

 

Hukum Pancadharma yaitu:

1.Apal jeung hormat ka Purwadaksi Diri (Menyadari dan menghormat kepada asal usul diri). 

2. Tunduk kana Hukum jeung Aturan (Tunduk akan hukum dan tata tertib/aturan). 

3. Berilmu (Dilarang Bodoh), 

4. Mengagungkan Sang Hyang Tunggal (Sang pencipta, Tuhan yang Maha


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0