Jalan Kebahagiaan Melalui Kepemimpinan Akal dan Hati

Joeang Elkamali
Apr 05, 2024

Penulis (jaket hitam) saat diskusi terbatas bersama Pimhar Pemuda Persis Kab. Tasikmalaya.

KOSADATA- Manusia menghuni planet bumi sudah berabad-abad lamanya. Ia mengalami perkembangan. Pernah kearah paling maju, juga pernah kearah paling mundur. Sarana dan prasarana telah juga mengalami pasang surut dengan tingkat kecanggihannya yang dinamis. Ada zaman dimana manusia mampu mengendalikan semuanya, ada pula saat dimana manusia dikendalikan oleh karya ciptanya sendiri. 

Ada burung yang bisa terbang. Ada ikan yang bisa menyelam. Ada hewan yang bisa berlari. Ada binatang yang bisa menggali tanah. Tetapi manusia dengan anugerah akal berkesanggupan terbang melebihi burung, menyelam melebihi ikan serta bisa berlari melebihi hewan dan menggali melebihi binatang. 

Kelebihan yang dimiliki manusia akan menjadi malapetaka manakala nafsu dan syahwat menguasai penuh dirinya sehingga hanya berorientasi pada egoisme dan ambisiusme yang merusak. Kemampuan terbang manusia berpotensi membunuh burung-burung. Kemampuan menyelam manusia pun berpotensi membunuh ikan-ikan, kemampuan berlari serta menggali tanah manusia berpotensi pula membunuh hewan dan binatang. Puncaknya, habitat dil uar manusia punah, dan tempat tinggalnya juga hancur. Ketika ini terjadi klan manusia juga akan ikut hancur lebur.

Manusia dianugerahi pula hati untuk menyeimbangkan stabilitas bumi. Hati yang turut menjadi dewan penimbang ketika akal tengah berfungsi sedemikian hebat, bisa menuntun manusia yang memfungsikan akal dan hatinya saat memimpin bumi dengan bijak. Kepempinan hati mampu menumbuh suburkan keseimbangan dan kemakmuran bumi seluas-luasnya. 

Manusia berguru terbang dari burung maka ia akan maju teknologinya dengan tanpa merusak burung yang menjadi gurunya. Begitupun penyelamannya, kemampuan berlarinya, kecerdasan penggaliannya dan seterusnya. 

Sesama manusia akan terjadi harmonisasi jika akal dan hati manusia selalu dipadukan secara seimbang. Sebaliknya, diantara sesama manusia akan terjadi pertumpahan darah, saling melibas dan menghancurkan ketika (baik) akal maupun hatinya tidak seiring sejalan. 

Orang yang baik hatinya tanpa memfungsikan akalnya hanya akan dapat berbahagia dengan apa yang ada tanpa dapat menjemput kebahagiaan dari berbagai daya cipta yang sesungguhnya bisa diwujudkannya. Demikian juga yang sekedar memfungsikan akalnya. Ia mampu berbahagia dengan temuan-temuan dan karyanya dan kehilangan kebahagiaan pada kebaikan-kebaikan dan hikmah kehidupan yang sedari awal ada disekelilingnya. 

Kebahagiaan merupakan cita-cita yang dituju oleh umat manusia. Dari manakah kebahagiaan itu timbul, seperti dari mana pula datangnya akal dan hati yang menjadikan manusia begitu sempurna. Burung ada, ikan ada, hewan berlari ada, bintang penggali tanah ada, dan manusia ada, tentu tidak dengan sendirinya melainkan diadakan, diizinkan berfungsi keberadaannya, tentu karena ada yang mengadakan dan mengizinkan. Dimensi ini menunjukkan bahwa ada zat yang mengadakan, memberikan dan memfungsikan segala benda dan segenap makhluk yang ada dialam bumi, termasuk pemilik bumi itu sendiri. Ialah Allah SWT

Keberadaan manusia di muka bumi diharapkan dapat menjadi pemimpin guna terwujudnya keseimbangan, kerukunan dan kemakmuran seluruh pengisinya. Sehingga tidak mengherankan ketika zat yang memiliki seluruhnya itu menitipkan pedoman kepemimpinan melalui petunjuk-petunjuk kitab suci dan petuah-petuah nabi-Nya berupa sabda-sabda shahih. 

Kebahagiaan sejati manusia akan menjadi kebahagiaan seluruh makhluk dibumi hanya ketika ajaran-ajaran kitab suci dan hadits-hadits nabi diterapkan dalam konsep kepemimpinannya dimuka bumi. 

Di samping kelebihannya, manusia juga merupakan jenis makhluk yang terbatas. Ia tidak bisa berada di banyak tempat pada satu waktu. Tidak mampu makan melebihi kapasitas perutnya, termasuk tidak dapat berpikir diluar batas akalnya, sekaligus juga tidak sepenuhnya dapat merasakan hal-hal yang tidak dapat disentuh oleh hatinya.

Adalah wajar, akhirnya manusia memerlukan pada zat yang maha tidak terbatas yakni Allah SWT

Relasi manusia, bumi dan Allah adalah suatu koneksi yang harus selalu terhubung tanpa bisa menihilkan salah satunya. 

Manusia harus mampu memakmurkan bumi sebagaimana ia harus mampu menemukan hakikat keberadaan Allah SWT. Pun, manusia yang telah menemukan kebahagiaan atas hikmah-hikmah dari-Nya harus pula mewujudkan kemakmuran dibumi-Nya. 

Kepada bumi manusia harus memimpin sepenuh akal dan hati. Kepada Ilahi ia harus mengabdi tanpa kecuali dan tanpa tapi. Ungkapan "tetapi" dimaksudkan sebagai ejawantah bahwa kita harus berjuang tanpa tapi. Ya, "tetapi kita berjuang".

Manusia bisa berkembang, bisa mengalami kemunduran, bisa mencapai puncak kemakmuran juga bisa kehilangan kebahagiaan. Agar peradaban manusia tetap berjalan kearah kemakmuran dan kebahagiaan, hendaklah Allah SWT disimpan pada akal dan hati sehingga kita terbimbing dalam kepemimpinan dimuka bumi, dan bumi juga terjaga karena akal dan hati kita seriring seirama dengan ajaran-Nya. 

Bukankah orang yang pernah menyatakan Tuhan telah mati itu kini dirinya yang mati, dan nyatanya Tuhan masih ada sampai kini dan nanti, bahkan abadi. Darimana keabadian itu bisa disimpulkan? Sebab, kita merupakan makhluk yang sesungguhnya bagian dari kesementaraan. Pada puzzle tertentu, kesementaraan demi kesementaraan itu akan merajut dirinya pada keabadian.

Di alam keabadian, kebahagiaan akan lagi tanpa tugas. Dan akal sekaligus hati sudah sama sekali menyatu dengan yang maha abadi. Pada saatnya nanti, kita akan melampaui keterbatasan dan tugas-tugas dunia yang melelahkan. Persoalannya sekarang, kita masih ada dibumi. Hanya perlu sabar dan menjemput kebahagiaan dengan kerja-kerja pengabdian yang seimbang.

Penulis: Andri Nurkamal (Ketua PD. Pemuda Persis Kab. Tasikmalaya).

Related Post

Post a Comment

Comments 0