20 April Ada Gerhana Matahari Hibrida, BRIN Lakukan Riset Antariksa

Peri Irawan
Apr 07, 2023

magnetik dan memprediksi siklus matahari. indeks flattening Ludendorf sendiri merupakan parameter kuantitatif untuk menganalisis bentuk dan struktur korona global. Indeks ini juga menjadi salah satu indicator parameter medan magnetic Matahari dalam jangka panjang, ujar Sungging lebih lanjut.

"Dengan menggunakan alat sederhana, kami akan mengukur dinamika ionosfer. Mengapa ionosfer menjadi penting, karena sangat berdampak pada akurasi GPS dan juga terkait komunikasi terutama komunikasi maritim yang menggunakan kanal HF (High Frequency). Kami akan melihat pada saat terjadinya gerhana ini ada gangguan atau tidak," lanjutnya.

Gerhana Matahari Hibrida terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada pula yang mengalami Gerhana Matahari Cincin (tergantung dari lokasi pengamat). Kejadian tersebut disebabkan oleh kelengkungan Bumi.

Indonesia sendiri, sudah mengalami gerhana matahari beberapa kali yaitu pada 1983 terjadi Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Cincin 2019, dan Gerhana Matahari Total tahun 2016.

Gerhana Matahari Hibrida yang akan terjadi pada 20 April 2023 nanti akan berlangsung selama 3 jam 5 menit mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik. Sementara itu jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Premana W. Premadi, pengajar di Astronomi ITB untuk melakukan pengamatan, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata ke arah Matahari ataupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari.

"Apalagi jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop, harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter).


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0