Fidyah, Jalan Keringanan bagi yang Tak Mampu Berpuasa Ramadan

Ida Farida
Apr 09, 2025

Foto ilustrasi: ist

KOSADATA-Duduk di teras rumahnya yang teduh, Nenek Aminah, 75 tahun, menatap tenang halaman depan. Ramadan datang lagi, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, ia tak lagi sanggup menahan lapar dan dahaga seharian penuh. Terlebih saat ini sedang menderita sakit stroke. Tenaga hilang, tubuh renta tak mampu lagi mengikuti ritme ibadah puasa.

 

Namun, Nenek Aminah tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Ia mengganti puasanya dengan membayar fidyah—sebuah bentuk tebusan dalam Islam bagi mereka yang benar-benar tak mampu lagi berpuasa.

 

Tebusan yang Diatur dalam Al-Qur’an

 

Konsep fidyah tertuang dalam Al-Qur'an, tepatnya dalam surah Al-Baqarah ayat 184. Dalam ayat tersebut, Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang berada dalam kondisi tertentu, seperti sakit kronis, usia lanjut, atau dalam perjalanan, dengan cara mengganti puasa yang ditinggalkan melalui pemberian makanan kepada orang miskin.

 

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin...” (QS. Al-Baqarah: 184).

 

Dalam praktiknya, fidyah menjadi solusi syar’i yang tidak hanya memudahkan umat Islam, tetapi juga mempererat empati sosial di tengah masyarakat.

 

Siapa yang Wajib Membayar Fidyah?

 

Tak semua orang yang meninggalkan puasa diwajibkan membayar fidyah. Hukum ini berlaku dalam situasi-situasi tertentu. Di antaranya:

1. Orang tua yang sudah renta dan tak memiliki harapan untuk kembali kuat berpuasa.

2. Pasien dengan penyakit kronis yang tak kunjung sembuh.

3. Ibu hamil atau menyusui yang khawatir akan kesehatan diri atau bayinya, dan tak mampu meng-qadha.

4. Orang yang menunda qadha puasa hingga melewati Ramadan berikutnya.

 

Dalam kasus-kasus ini, Islam membuka jalan alternatif berupa fidyah. Bukan sekadar kewajiban, tapi bentuk kasih sayang


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0