GP Ansor Desak Pemerintah Percepat Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Abdillah Balfast
Mar 13, 2025

GP Ansor gelar Ngaji Keuangan & Perpajakan

KOSADATA – Di tengah tekanan fiskal akibat pemangkasan anggaran sebesar Rp 306 triliun, upaya meningkatkan penerimaan negara menjadi semakin mendesak. Tantangan utama yang dihadapi meliputi keterbatasan ruang fiskal, ketergantungan APBN terhadap penerimaan perpajakan, serta tingginya potensi kebocoran penerimaan dari sektor ekonomi bawah tanah, baik formal maupun ilegal.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan reformasi kelembagaan guna memperkuat sistem perpajakan dan kepabeanan agar lebih efektif, transparan, dan akuntabel.

Isu ini menjadi fokus utama dalam diskusi "Ngaji Keuangan & Perpajakan" bertema “Ramai Pemangkasan Anggaran, Badan Penerimaan Negara Solusinya?” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat GP Ansor pada 12 Maret 2025 di Kedai Tempo.

Diskusi ini menghadirkan narasumber seperti Hadi Poernomo (Dirjen Pajak 2001–2006), Berly Martawardaya (Dosen FEB UI dan Direktur Riset INDEF), serta Vaudy Starworld (Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia).

Dalam forum tersebut, GP Ansor menegaskan urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai solusi optimalisasi penerimaan negara di tengah tantangan fiskal yang ada. Badan ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pemungutan pajak dan bea cukai dengan memperkuat pengawasan, menekan praktik penghindaran pajak (tax evasion), serta mengurangi kebocoran penerimaan negara.

GP Ansor menilai bahwa integrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam satu badan independen akan meningkatkan efisiensi serta mempercepat integrasi data perpajakan dan kepabeanan.

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam diskusi, sektor ekonomi bawah tanah (underground economy) diperkirakan mencapai 22% dari PDB, dengan potensi penerimaan pajak yang belum tergali mencapai Rp 484 triliun. Jumlah ini jauh


1 2

Related Post

Post a Comment

Comments 0