Pidato Saran Kebangsaan Ketum IKAL; Merekat Kebangsaan di Era Neo-Post Truth

Ichsan Sundawani
Sep 17, 2023

Foto: Kosadata

KOSADATA - Pada acara Saran Kebangsaan Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) yang digelar hari Minggu (17/9/2023) di Jalan Panglima Polim III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ketua Umum IKAL, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar di hadapan Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto menyampaikan pidato saran kebangsaan.

Pada agenda yang dihadiri para pengurus DPP IKAL, IKAL Strategic Center (ISC), Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PEPABRI) dan para alumni Lemhannas lainnya, Agum menyampaikan tujuh poin berkaitan dengan era Neo-Post Truth.

Berikut tujuh poin isi pidato Ketua Umum DPP IKAL; 

1. Peradaban umat manusia terus berganti. "Era Mesin Uap" di abad ke-18 telah berganti "Zaman Listrik" di abad ke-19. Kemudian telah datang dalam kehidupan umat manusia "Era Komputer" di penghujung abad ke-20. Pada 3 dasawarsa pertama abad ke-21, peradaban umat manusia memasuki gerbang "Era Teknologi Partikel Nano".

2. "Era Teknologi Partikel Nano" akan ditandai secara nyata oleh hadirnya "kapitalisme sempurna" (the perfect capitalism"), meluasnya penggunaan kecerdasan buatan (artificial inteligence), pengetahuan yang tidak terbatas (infinite knowledge), digitalisasi berbagai hal, termasuk otak manusia. Bahkan, internet akan kurang fungsinya, tatkala otak manusia berhasil untuk terhubung satu-sama lain dalam jaringan yang dinamakan "Brain-Net".

3. Di gerbang "Era Teknologi Partikel Nano" ini pemanfaatan moda-moda teknologis di atas telah banyak membawa manfaat positif. Namun dampak negatif, akibat penggunaan yang kurang bertanggung jawab di bidang sosial-politik; mulai tampak. 

Sebagai contoh munculnya penggunaan kecerdasan buatan dalam gambar ilustratif pemberitaan media online. Fenomena "deep-fake" sering muncul dalam tampilan gambar palsu yang diciptakan melalui rekayasa kecerdasan buatan. Fenomena ini telah menghantarkan kita pada konteks kehidupan sosial-politik baru dari "post-truth". 

Kebenaran yang dimanipulasi tidak lagi dengan masivitas berita yang menyentuh emosi dan opini. Namun kini ia lebih hebat dibantu oleh kreasi gambar dan manajemen pemanggilan berita. Sehingga, "kerusakan" personal, politik, dan kebangsaan yang dapat ditimbulkan sangatlah luar biasa.

4. Pada Pemilu 2019 lalu, kita menyaksikan bagaimana berita bohong atau hoaks menjadi keseharian dinamika sosial-politik Indonesia. Memang Pemilu 2019, ditandai oleh kuatnya nuansa "Post-Truth". 

Dan hal ini akan bergeser ke arah yang lebih dahsyat dan menakutkan dengan mulai dipergunakannya kecerdasan buatan dalam pemberitaan politik di Pemilu 2023 yang akan datang. Tentu, dalam kaitan ini, kita melihat fenomena "Post-Truth" telah bermetamorfosis menjadi "Neo-Post-Truth".

5. Menjelang Pemilu 2024, terutama Pilpres; ditandai terjadinya dinamika politik yang hangat dan penuh kejutan. Manuver Partai-Partai Politik dan Politisi, terkadang membuat publik tercengang dan bingung. Dinamika tersebut tentu mengandung potensi gesekan bahkan perpecahan yang dapat mengganggu stabilitas dan soliditas bangsa dan negara. 

Terlebih lagi, publik kita mayoritas tingkat pendidikannya relatif belum tinggi. Mereka masih belum pandai membaca kebohongan kabar, berita, dan informasi yang beredar. Mereka kebanyakan belum mampu mengembangkan kapasitas "reading lies, behind the lines".

6. Oleh karena itu, IKAL mengajukan saran kebangsaan kepada segenap Partai Politik, Politisi, civil society, para tokoh masyarakat, serta publik secara luas, untuk:

a. Menyongsong Pileg dan Pilpres 2023 dengan penuh sukacita untuk berpartisipasi, disertai kedewasaan dalam melaksanakan titah demokrasi berupa Pemilu tersebut, serta berpegang kepada hati-nurani dalam menentukan pilihan-pilihan politik. Terkait hal ini, kita di Tahun Politik, seyogyanya senantiasa berupaya untuk berfikir rasional dan tidak mudah dipengaruhi fakta-fakta yang belum tentu benar.

b. Mementingkan ketertiban dan ketentraman bersama sehingga tercipta suasana politik yang damai dan kondusif. Kita sudah seharusnya lebih bertanggung jawab dan menjunjung etika dalam menjalankan peran politik di tingkat mana pun. Sehingga, tidak tergoda untuk menciptakan dan turut menyebarluaskan informasi yang palsu, yang mampu merusak ketentraman dalam bernegara dan berbangsa.

c. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Serta, kita secara bersama-sama berkomitmen untuk meletakan kepentingan bangsa dan negara yang luas dan universal, di atas kepentingan pribadi, golongan, kelompok bahkan Partai politik.

7. Semoga, "Saran Kebangsaan" ini dapat menjadi penggugah bagi kita semua untuk bersama-sama merawat dan membangun bangsa.

Related Post

Post a Comment

Comments 0