Tok Kadal, Permainan Betawi Penuh Sportivitas

Ida Farida
Mar 17, 2023

KOSADATA– Tok Kadal, permainan tradisional masyarakat Betawi yang kini jarang ditemui.  Padahal, permainan ini bisa merangsang jiwa sosial  dan menumbuhkan sikap sportivitas dan  tanggung jawab.

Permainan Tok Kadal ini memerlukan kelompok untuk memainkannya. Kerja sama  tim dan komunikasi  sangat kental dalam permainan ini.

Tok Kadal Lobang di beberapa daerah sering disebut juga dengan nama Kalawadi. Namun umumnya masyarakat mengenal permainan ini bernama Tok Kadal.  Tidak ada literasi yang menyantumkan kapan permainan ini ditemukan dan pertama kali dimainkan.

Namun menurut Budayawan Betawi,  Yahya Andi Saputra, permainan ini memang lahir di wilayah agraris.  Tanah Betawi dahulunya memang didonimasi dengan area persawahan dan kebun-kebun. “Kala itu anak-anak pribumi gemar melakukan permainan tersebut,” katanya.

Dari namanya sendiri, Andi menjelaskan,  permainan ini terinspirasi dari sebuah binatang yang sering ditemui di area persawahan atau kebun. Binatang itu adalah kadal. Biasanya bila ada yang menemukan bintang itu akan memukulnya sehingga terpental jauh.

“Tak Kadal atau Getok (pukul) Kadal ini lahir dari ciri masyarakat pertanian. Biasanya anak-anak jaman dulu itu suka ngarit (mencari rumput) ketika menemukan kadal lalu dipukul. Kadal itu kan lincah larinya, sehingga itu jadi sebuah hiburan tersendiri,” kata Andi.

Lambat laun, permainan ini diganti dengan menggunakan tongkat. Karena tidak setiap saat anak-anak menemukan kadal untuk dimainkan setiap saat.

Secara garis besar permainan ini menggunakan dua tongkat. Satu tongkat pendek sepanjang urang lebih 10 centimeter untuk pemukul dan satu tongkat lagi yang digunakan atau disimbolkan  sebagai kadal sepanjang kurang lebih 30 centimeter.

Umumnya, tongkat yang digunakan  dari kayu nangka. Namun tidak ada keharusan menggunakan kayu  dari pohon nangka. Alasan menggunakan kayu nangka mungkin pada waktu itu lebih mudah ditemukan,kata Andi.

Sebelum permainan ini dimulai kedua kelompok akan mentukan siapa pemimpin diantara regu. Pemimpin regu harus melakukan suit untuk menentukan siapa tim yang akan bertindak sebagai pemukul  dan tim yang akan berjaga atau menangkap tongkat yang akan dipukul.

Ihwal aturan permainan, tongkat panjang yang disimbolkan sebagai kadal akan diletakan diatas lubang. Pemain yang bertugas memukul nantinya harus mencongkel dengan tongkat pendek sehingga tongkat yang panjang melayang ke udara.

Bila tertangkap tim yang sedang berjaga, atau istilahnya bal maka pihak pemukul dianggap mati dan digantikan pemukul yang lain. Otomatis, pihak yang tengah berjaga telah mendapatkan satu poin. Namun kebailkannya, bila tongkat yang dipukul tidak dapat tertangkap oleh salah satu pemain penjaga, maka pihak pemukul yang mendapatkan satu poin dalam permainan ini.

“Di situ ada berbagai macam tenik memukul. Berbagai macam  trik kemampuan memukul bisa dilakukan bebas asal tidak menlanggar aturan. Saya kira itu lumrah demi menghasilkan sebuah kemenangan,” jelas Andi.

Permainan seperti ini menurut Andi memang perlu kembali digaungkan, bukan hanya sebatas ada di materi pelajaran di sekolah. Namun perlu merambah ke komunitas-komunitas yang rutin mengadakan. “Dahulu permainan ini selalu dilakukan sore  hari  menjelang Magrib. Sebelum azan Magrib  biasanya anak-anak mengakhiri permainan,” katanya.

Manfaat yang bisa diperoleh  dari permainan tradisional seperti ini menurut Andi sangat baik untuk tumbuh kembang anak-anak. Selain merangsang jiwa sosial  juga dapat menumbuhkan jiwa sportif , tanggung jawab, kesabaran, dan penengenalan diri. Selain itu permainan ini juga dapat  mendidik anak untuk memahami lingkungan alam sekitar. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0