Anies Singgung IKN Minim Partisipasi Publik, Kebijakan Perubahan Nama Jalan Kembali Disorot

Abdillah Balfast
Dec 16, 2023

Tiga paslon capres Pemilu 2024 jalani debat pertama. Foto: FB Ganjar Pranowo

KOSADATA - Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat), Sugiyanto kembali menyoroti kebijakan perubahan nama jalan di Jakarta usai Calon Presiden 2024 nomor urut 1, Anies Baswedan menyentil produk hukum Ibu Kota Negara (IKN) yang minim melibatkan partisipasi publik.

Menurut Sugiyanto, perubahan nama jalan di Jakarta pun dilakukan Anies Baswedan tanpa melibatkan partisipasi publik. Bahkan, katanya, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi  menyebutkan perubahan nama jalan tidak sah karena tidak melibatkan DPRD DKI Jakarta.

"Dalam hal ini, jika Anies menyerang produk hukum IKN tanpa memberi ruang partisipasi publik, strategi yang tepat adalah menyoroti bahwa kebijakan Anies sendiri, seperti perubahan 22 nama jalan di Jakarta, dapat dianggap melanggar prosedur dan tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta," ujar Sugiyanto dalam keterangannya, Sabtu (16/12/2023).

Menurutnya, perubahan 22 nama jalan di Jakarta melalui Kepgub No. 565 Tahun 2022 dinilai melanggar aturan, termasuk UU No. 30 Tahun 2014 dan aturan Kepgub DKI Jakarta No. 28 Tahun 1999.

"Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, bahkan menyatakan bahwa pergantian nama jalan tidak sah karena tidak melibatkan konsultasi dengan DPRD," katanya.

Selain itu, lanjut SGY, minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan juga bertentangan dengan Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Strategi ini menjadi langkah efektif dalam menghadapi Anies Baswedan dalam debat Capres 2024.  Ada beragam data dan fakta terkait kebijakan serta tindakan Anies sebagai Gubernur Jakarta yang dapat dijadikan senjata untuk menangkis dan merespons serangan-serangan Anies Baswedan," katanya.

Dalam debat pertama Capres Pemilu 2024, Anies Baswedan menegaskan, IKN merupakan salah satu contoh produk hukum yang tidak melewati proses dialog publik yang lengkap, sehingga dialognya sesudah jadi undang-undang.

Ketika dialognya dilakukan setelah menjadi undang-undang, Anies mengatakan siapapun yang kritis dianggap oposisi dan siapapun yang pro dianggap pro pemerintah. Karena tidak ada proses pembahasan yang komprehensif yang memberikan ruang kepada publik.

“Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dalam negara hukum berikan ruang kepada publik untuk membahas sebuah peraturan sebelum dia ditetapkan. Tapi ini nada – nadanya seperti negara kekuasaan dimana penguasa menentukan hukum dan kemudian dari situ kita berdebat pro kontra,” kata Anies. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0