Darurat Sampah Bekasi: Pencemaran Meluas, Warga Menderita, Aparat Diduga Lalai

Abdillah Balfast
May 01, 2025

Kaukus Lingkungan hidup menggelar diskusi measalah sampah di Bekasi

KOSADATA – Masalah pengelolaan sampah di Kota dan Kabupaten Bekasi memasuki fase darurat. Tiga lokasi pembuangan utama—TPST Bantargebang, TPA Sumur Batu, dan TPA Burangkeng—menyimpan persoalan serius yang berdampak langsung pada lingkungan dan kesehatan warga.

Hal ini mengemuka dalam diskusi Silaturahmi Ekologi dan Deklarasi Gerakan Pilah Sampah – Indonesia Bersih yang diselenggarakan Kaukus Lingkungan Hidup (LH) Bekasi Raya, Kamis (24/4/2025), di Kelurahan Sumurbatu, Bantargebang.

Tumpukan Sampah dan Limbah Cemari Lingkungan

TPST Bantargebang kini memuat lebih dari 55 juta ton sampah, dengan tambahan 7.500–7.800 ton per hari. Saat banjir, volume itu melonjak hingga 12.000 ton. Di sisi lain, TPA Sumur Batu menerima lebih dari 1.500 ton sampah per hari dan masih dikelola dengan sistem open dumping.

Limbah cair dari tumpukan sampah mengalir bebas ke drainase, masuk ke Kali Ciketing dan Kali Asem. Pengelolaan air limbah nyaris tak berjalan—IPAL di lokasi hanya menjadi pajangan. Pencemaran diperparah oleh keberadaan IPLT dan pabrik-pabrik sekitar yang sebagian besar tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah.

Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, menilai TPA Sumur Batu seharusnya disegel seperti TPA Burangkeng. “Pengelolanya telah melanggar UU No. 32/2009 dan UU No. 18/2008, serta Perda tentang Pengelolaan Sampah. Kepala Dinas LH Kota Bekasi pun semestinya dijadikan tersangka,” tegasnya.

Uang Bau Tidak Setimpal dengan Derita Warga

Kompensasi bau yang diterima warga disebut tidak sebanding dengan dampak yang mereka alami. Warga Sumurbatu, Cikiwul, dan Ciketingudik menerima Rp 400 ribu per KK per bulan, sementara warga Kelurahan Bantargebang hanya setengahnya. Dana tersebut bersumber dari Pemprov DKI Jakarta, sementara Pemkot Bekasi disebut hanya


1 2
Post a Comment

Comments 0