Digempur Produk dari China, INDEF Dukung Langkah Pemerintah dalam Keberlangsungan Industri Tekstil Indonesia

Abdillah Balfast
Dec 23, 2024

Andry Satrio Nugroho

KOSADATA - Pasar produk tekstil dan garmen domestik mulai terancam di tengah membanjirnya produk impor. Sayangnya,  melimpahnya stok barang impor tersebut tanpa dibarengi dengan kenaikan daya beli masyarakat.

Jika pemerintah tidak mengambil kebijakan menahan laju impor tekstil maupun pakaian jadi dari China, ancaman pemutusan kerja massal di industri tekstil dan produk tekstil domestik akan semakin besar.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan, industri tekstil dalam negeri memberikan 0,9 persen kontribusi terhadap perekonomian nasional.

Menurutnya, industri tekstil saat ini banyak digantikan dengan industri logam dasar, seperti nikel tembaga bauksit dan lain-lain. Dan dalam empat tahun terakhir ini pertumbuhannya sangat pesat. Sedangkan industri tekstil cenderung menurun.

“Padahal industri padat karya dan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar urutan pertama adalah industri tekstil. Kemudian diikuti oleh industri makanan dan minuman, industri otomotif. Jika kita kaitkan dengan importasi, semakin banyak produk impor masuk maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap industri tekstil dalam negeri,” ujar Andry kepada wartawan baru-baru ini.

Andry mengungkapkan, akibat dibukanya kran impor tekstil maupun pakaian jadi dari China mengakibatkan industri tekstil dalam negeri banyak yang terpuruk dan berimbas pada angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat jadi 10 persen.

“Meski pemerintah sendiri melalui BPS merilis bahwa angka pengangguran terbuka turun, namun berdasarkan catatan INDEF bahwa angka setengah menganggur justru mengalami kenaikan, dari 6 persen menjadi 8 persen,” jelas Andry.

Terkait dengan kebijakan impor, ia menyarankan agar


1 2 3
Post a Comment

Comments 0