Fatmawati, Dosen ITS yang Masuk 100 Besar Ilmuwan Terbaik se-Asia

Ida Farida
Nov 05, 2024

Dosen Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sri Fatmawati. Foto: ITS

KOSADATA - Asian Scientist Magazine menerbitkan daftar tahunan yang memuat 100 peneliti, ilmuwan, dan inovator terbaik di Asia dengan tajuk The Asian Scientist 100 sejak 2016. Tahun ini, Dosen Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sri Fatmawati berhasil masuk dalam 100 ilmuwan terbaik di Asia.

 

Sri Fatmawati terpilih jadi ilmuwan terbaik atas riset kimia bahan alam dan medisinal yang telah dilakukannya.

 

Berbasis di Singapura, penerima penghargaan ini dinilai telah memperoleh pengakuan ilmiah secara nasional maupun internasional dan melahirkan inovasi yang berdampak besar bagi masyarakat.

 

Pada rilis terbarunya, dosen yang akrab disapa Fatma tersebut berhasil menjadi salah satu ilmuwan asal Indonesia yang mendapat kehormatan untuk masuk ke dalam daftar bergengsi ini.

 

Fatma mengungkapkan bahwa risetnya yang konsisten dengan segudang kontribusi nyata di masyarakat merupakan tiket utama dari pencapaian tersebut.

 

"Sejak awal memang perjalanan riset saya di bidang kimia bahan alam tidak pernah terputus," ujar Fatma dalam keterangannya, dikutip Selasa (5/11/2024).

 

Wakil Kepala Pusat Penelitian Agri-pangan dan Bioteknologi (PPA-B) ITS ini menjelaskan, secara spesifik bahwa penelitiannya berpusat pada analisis potensi medis dari tanaman endemik di Indonesia, terutama yang digunakan sebagai obat-obatan herbal.

 

"Tak hanya itu, kami juga memberikan bukti dan fakta-fakta ilmiah terkait tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh penduduk di pelosok negeri. Niscaya masyarakat akan lebih bijak dalam memanfaatkan tanaman herbal," tegasnya.

 

Hasil riset dan penelitiannya tersebut salah satunya diimplementasikan dengan hadirnya ITS Djamoe yang diluncurkan pada Tahun 2022 lalu.

 

Sebagai penanggungjawab kala itu, Fatma mengungkapkan bahwa timnya telah mendistribusikan 10.000 paket jamu rempah ITS Djamoe kepada para pasien Covid-19 guna meningkatkan imun tubuh.

 

"Hingga kini, produk ITS Djamoe sudah bisa dinikmati publik dengan formulasi yang lebih matang," lanjut Presiden Organization for Woman in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia ini.

 

Tak terbatas pada produk, Fatma menjelaskan bahwa risetnya turut berdampak pada pelestarian biodiversitas atau keanekaragaman hayati di Indonesia.

 

Dengan melibatkan masyarakat di pedalaman, ia yakin bahwa penelitiannya mampu menciptakan keberlanjutan dari alam sekitar sekaligus memberdayakan masyarakat secara luas.

 

"Maka minum jamu tidak hanya sekadar budaya, tetapi ada sains di belakangnya yang membawa lebih banyak kebermanfaatan," terangnya.

 

Rekam jejak Fatma di bidang riset telah membawanya pada lebih dari 30 penghargaan dalam skala nasional maupun internasional.

 

Menurutnya, beberapa pencapaian seperti memenangkan International L'Oreal-UNESCO for Women in Science (FWIS) dan Elsevier Foundation Awards for Early-Career Women Scientists in the Developing World juga menjadi faktor kehadiran namanya pada deretan peneliti terbaik di dunia.

 

Melalui penghargaan The Asian Scientist 100 ini, Fatma bersyukur. Karena setelah ini, akan semakin banyak peluang yang terbuka untuk mendukung kiprah risetnya di kancah global.

 

"Pencapaian ini turut mengharumkan nama ITS di mata dunia. Pesan saya, jadilah peneliti yang berani dan progresif karena sains adalah jalan menuju kemanusiaan," tuturnya.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0