KOSADATA - Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono memastikan kemiskinan ekstrem di Jakarta tidak ada. Hal ini diungkapkan Heru usai memutakhirkan data bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.
"Miskin ekstrem ya mudah-mudahan sudah tidak ada. Karena kalau miskin ekstrem berarti pengeluaran tidak lebih dari Rp 11.000. Nah DKI sudah memberikan Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, sembako. Sembako itu gizi ya. Terus BPJS, KJNU, ya ada 17. Saya yakin miskin ekstrem di DKI bisa diatasi," ujar Heru kepada wartawan, dikutip Kamis (16/2/2023).
Diakuinya, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan sinkronisasi data kemiskinan. Baik dari Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik, hingga Badan Pusat Statistik.
"Data ini adalah namanya data kemiskinan apapun data itu adalah data yang dinamis. Maka dari itu setiap dua bulan, setiap tiga bulan harus disinkronkan. Wajar kalau data itu ada perbedaan itu wajar, namanya dinamis. Kan penduduk pindah pergi pindah pergi. Datang ke Jakarta, ke luar Jakarta," katanya.
Dalam hal ini, pemutakhiran data itu dilakukan dengan membahas Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan Carik Jakarta. Heru menemukan, ada kurang lebih sekitar 3.009.000 warga yang berada dalam semesta data DTKS, P3KE dan Carik Jakarta.
"Jadi 3 juta itu sudah fix. Kalau itu mau dilakukan lokasinya di mana, itu bisa dilakukan bedah rumah, bedah kampung. Dan 3 juta itu di situ juga ada data stunting. Dan itu 3 juta by name by address. Nah DKI sebagai contoh sudah tidak ada perbedaan lagi antara data P3KE dengan DTKS," ungkapnya.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) melalui laman resminya menyebutkan, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan esktrem; setara dengan USD 1.9 PPP (Purchasing Power Parity). PPP ini ditentukan menggunakan "absolute poverty measure" yang konsisten antar negara dan antar waktu.
Atau dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp. 10.739/orang/hari atau Rp. 322.170/orang/bulan (BPS,2021). Sehingga misalnya dalam 1 keluarga terdiri dari 4 orang (ayah, ibu, dan 2 anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp. 1.288.680 per keluarga per bulan (BPS, 2021).
Sebelumnya, Kepala Bagian Umum Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, Suryana mengungkapkan masih ada 95 ribu lebih warga Jakarta yang mengalami kemiskinan ekstrem. Hal ini diungkapkan usai rapat pimpinan bersama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono terkait penanganan kemiskinan dan stunting di Jakarta.
"Kami tadi menyampaikan terkait dengan posisi kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta yang pada tahun 2022 mencapai 0,89 persen atau sejumlah 95.668 jiwa (data Maret 2022)," ujar Suryana di Balai Kota Jakarta, Senin (30/1/2023).
Dalam rapat itu, tegasnya, Heru Budi Hartono merasa heran masih ada warga Jakarta yang mengalami kemiskinan ekstrem padahal telah menerima seluruh treatment pengentasan kemiskinan.
Namun faktanya, lanjut Suryana, BPS masih menemukan baik di survei sosial ekonomi nasional yang diselenggarakan pada bulan Maret dan September setiap tahunnya, masih ada sample-sample rumah tangga yang teridentifikasi sebagai penduduk miskin ekstrem. ***
Kelompok 3 Praktikan PLKJ 34 Cibegol Targetkan Cetak Buku Bersama di Tasikmalaya
Feb 25, 2023
Comments 0