Jadi Moderator Silaturahmi Raja dan Sultan Se-Nusantara, Begini Kata Sylviana Murni

Sani Ichsan
Jun 24, 2023

KOSADATA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil DKI Jakarta, Sylviana Murni didaulat menjadi moderator dalam acara silaturahmi seluruh Raja dan Sultan se Nusantara bersama DPD RI yang dilaksanakan di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (23/6) kemarin.

"Alhamdulillah ini bukan sekedar menjadi moderator, tetapi ada nilai yang sangat tinggi sekali dimana saya bisa duduk di tengah tengah para raja dan sultan se Indonesia. Saya harap dengan silaturahmi ini, Indonesia bisa semakin kuat dan berdaulat dalam semua sektor," ujar Sylviana Murni dikutip Sabtu (24/6/2023).

Dalam kesempatan tersebut, hadir menyampaikan sambutan yakni Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dilanjutkan diskusi dengan beberapa narasumber, yaitu PYM SPDB Brigjen Pol (Purn) Edward Syah Pernong (Kesultanan Skala Brak, Lampung), PYM Addatuang Sidenreng XXV, Dr. Ir. H.A. Faisal Andi Sapada, SE, MM dan Dr. Mulyadi, S.Sos, M.Si (akademisi UI).

LaNyalla menyampaikan bahwa sebelum Indonesia merdeka, Kepulauan Nusantara ini telah dihuni oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Mereka ini masuk dalam kelompok Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri.

Sedangkan kelompok lainnya yang berada di Nusantara saat itu adalah Kelompok Masyarakat Adat yang menghuni hutan atau wilayah berbasis suku, marga atau nagari. Mereka ini masuk dalam kelompok Volks Gemeen Schappen, atau suku-suku atau penduduk asli Nusantara.

"Sehingga sudah seharusnya para Raja dan Sultan serta Masyarakat Adat duduk di MPR di dalam kursi Utusan Daerah. Sebagai bagian tak terpisahkan dari Sejarah Kewilayahan Nusantara yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia," kata LaNyalla.

Silaturahmi Raja dan Sultan Nusantara bersama DPD RI menyepakati tiga tuntutan untuk disampaikan kepada seluruh komponen bangsa dan negara, demi Indonesia yang lebih berdaulat, adil, makmur dan beradab serta untuk memastikan terwujudnya pelaksanaan Alinea ke-IV Naskah Pembukaan UUD 1945.

Tiga tuntutan yang dibacakan oleh PYM Ir H Andi Irfan Mappaewang, ST, M AP Arajang Binuang XVIII atas nama 55 Raja dan Sultan itu adalah pertama, menuntut lahirnya Konsensus Nasional agar Indonesia kembali menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, dengan mengembalikan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, sekaligus sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

Tuntutan kedua adalah menempatkan Utusan Daerah di dalam MPR dengan basis sejarah kewilayahan dan pemegang hak asal-usul sebagai penduduk Nusantara, yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia, oleh dua entitas sejarah, yakni; Kelompok Zelfbesturende Land Schappen, atau disebut sebagai daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yaitu Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.

Dan Kelompok Volks Gemeen Schappen, atau disebut penduduk asli Nusantara, yaitu Masyarakat Adat yang menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari.

Tuntutan ketiga, meminta Pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU tentang Perlindungan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara menjadi Undang-Undang. Hal itu merupakan bagian dari upaya nyata bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, yaitu bangsa yang tidak melupakan sejarah kelahirannya dengan kewajiban menjaga kelestarian adat dan budaya bangsa.

PYM Addatuang Sidenreng XXV Dr A Faisal Andi Sapada menuturkan, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara merupakan pemilik sah kedaulatan di Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, Faisal menilai Kerajaan dan Kesultanan Nusantara tak dilibatkan dalam menentukan arah perjalanan bangsa.

"Selama ini kami hanya menonton saja, padahal kami berkontribusi besar terhadap NKRI," kata Andi.

Oleh karenanya, Andi menilai perlu waktu, perjuangan dan kesepahaman bersama untuk dapat ditetapkan, bahwa bangsa ini menghendaki agar sistem bernegara kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli.

"Mari kita dukung apa yang tengah diperjuangkan DPD RI yakni kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Kita telah mengerti, mendukung dan menerima agar bangsa ini kembali kepada hal itu agar sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa," sebutnya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi mengatakan bahwa sebelum Indonesia merdeka, wilayah teritori di Nusantara ini dikuasai oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Mereka pulalah yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.

"Yang dijajah itu bangsa lama. Siapa mereka? Mereka adalah Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Sedangkan Indonesia ini tak pernah dijajah, karena saat itu Indonesia belum berdiri," kata Mulyadi.

Bukan tanpa alasan hal itu dikatakannya. Sebab, untuk menjadi sebuah negara, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi, di antaranya teritori atau wilayah, rakyat, pemerintah dan pengakuan pihak lain.

Saat itu, kata Mulyadi, Indonesia belum memenuhi syarat sebagai sebuah negara. Sebab, keempat aspek itu sepenuhnya masih dikuasai oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.

"Lalu, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara ini, bangsa-bangsa lama ini yang kemudian bersepakat membentuk negara baru bernama Indonesia. Jadi, Indonesia itu adalah kumpulan dari bangsa-bangsa lama. Indonesia dibangun dari itu. Mereka sepakat mendirikan negara baru. Secara hakekat yang merdeka adalah negara dan bangsa lama," tutur Mulyadi.

Dalam perjalanan, kata Mulyadi, terjadi upaya menguasai Indonesia melalui tiga skenario. Pertama, kuasai pemerintahannya dengan mengubah penjelmaan rakyat melalui MPR menjadi Pilpres Langsung. Kedua, kuasai politiknya melalui liberalisasi politik dan ketiga penguasaan ekonomi melalui liberalisasi ekonomi. "Siapa mereka itu? Mereka adalah oligarki politik, oligarki ekonomi dan oligarki sosial," kata Mulyadi.

Oleh karenanya, Mulyadi sependapat agar bangsa ini memberikan penghargaan kepada bangsa lama tersebut, sekaligus mengembalikan Indonesia sesuai dengan yang digagas para pendiri bangsa dengan kembali kepada UUD 1945 naskah asli, khususnya mendorong kembali MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang menjadi penjelmaan kedaulatan rakyat.

Related Post

Post a Comment

Comments 0