Jokowi Dicap Alumnus UGM Paling Memalukan, Lalu Apa Kata Survei?

Yan Aminah
Dec 10, 2023

Grafik tren kondisi pemberantasan korupsi yang dirilis Indikator Politik Indonesia. Foto: tangkapan layar IPI

KOSADATA | Presiden Joko Widodo mendapat predikat tidak menyenangkan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Orang nomor satu di pemerintahan Indonesia itu dicap sebagai alumnus UGM yang paling memalukan.

Mahasiswa menilai, Jokowi gagal dalam mengatasi permasalahan-permasalahan fundamental yang terjadi di republik ini. Kasus korupsi masih marak, bahkan sampai menyeret pimpinan KPK; marwah konstitusi rontok setelah mengemuka persoalan di Mahkamah Konstitusi terkait syarat capres-cawapres; hingga kegaduhan urusan politik yang dinilai lekat dengan dinasti.

Bukan hanya kata mahasiswa, hasil survei pun sama. Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei yang dilakukan pada 23 November sampai 1 Desember 2023. Salah satu masalah yang dibidik dalam survei yang melibatkan 5.380 responden itu adalah tentang pemberantasan korupsi.

Saat ditanya bagaimanan Ibu/Bapak melihat keadaan pemberantasan korupsi di pemerintahan sekarang, mayoritas responden menjawab buruk. Angkanya sebesar 32,7 persen. Sedangkan yang menjawab sangat baik hanya 1,4 persen, dan baik 27,3 persen.

“Lebih banyak warga yang menilai kondisi pemberantasan korupsi dalam kondisi buruk atau sangat buruk, dibanding sedang, baik, atau sangat baik. Jadi, persepsinya cenderung negatif terhadap kondisi pemberantasan korupsi,” ujar Rizka Halida dalam rilis Indikator Politik Indonesia yang dilakukan secara daring pada Sabtu, 9 Desember 2023.

Dalam survei itu pun diketahui soal alasan puas atau tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi. “Mereka yang puas dengan kinerja Presiden alasannya karena memberi bantuan kepada rakyat kecil sebanyak 33,6 persen, lalu alasan karena membangun infrastruktur jalan, jembatan, bendungan dan lain-lain 25,1 persen,” ujar Rizka.

Untuk dua alasan itu, persentasenya terbilang tinggi, tapi tidak dengan indikator lain. Mereka yang menjawab puas dengan kinerja Presiden Jokowi lantaran orangnya merakyat, kinerjanya sudah bagus, dan orangnya baik persentasenya kecil, yakni di bawah sepuluh persen.

“Sementara mereka yang menjawab tidak puas, apa alasannya? Pertama, karena harga kebutuhan pokok meningkat. (Sebanyak) 23,8 persen di antara yang tidak puas menjawab ini. Kemudian bantuan tidak merata ada 18,9 persen, kemudian kemiskinan tidak berkurang, dan lapangan kerja atau pengangguran,” paparnya.

Alasan lain yang menjawab tidak puas adalah kurang berpihak kepada rakyat kecil, gagal memberantas korupsi, kinerjanya buruk, penegakan hukum semakin buruk, utang negara semakin tinggi, hingga kurang berpihak kepada Islam. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0