Kisah Anak Kuli di Pasar Diterima Fakultas Hukum UI

Abdillah Balfast
Apr 15, 2025

Siswa MAN 3 Madina, Herma Yulia yang berhasil lolos ke FH UI. Foto: Kemenag

KOSADATA-Di sebuah sudut Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Mandailing Natal, Sumatera Utara, senyum semringah terpancar dari wajah Herma Yulia. Di balik mata beningnya, tersimpan tekad baja dan mimpi besar yang baru saja mulai terwujud: Herma dinyatakan lulus Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025 dan diterima di Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).

 

Tak mudah mencapai titik ini. Herma adalah anak keempat dari enam bersaudara, putri pasangan Muhammad Gunung Simatupang, seorang kuli pengangkat meja di pasar, dan Misna Batubara, penjual kopi keliling. Di tengah keterbatasan ekonomi, pendidikan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah. Tapi bagi Herma, justru di situlah semangat tumbuh.

 

“Dengan penghasilan orang tua yang minim, harus menghidupi kami yang masih sekolah ini. Kakak dan abang saya sudah menikah, satu lagi bekerja. Tinggal saya dan adik yang masih bersekolah,” ujar Herma dilansir laman resmi Kemenag, Selasa, 15 April 2025.

 

Sejak duduk di bangku kelas XII-IIS, Herma telah menambatkan mimpinya pada satu tujuan: masuk Universitas Indonesia. Bukan sekadar impian masa muda, tetapi tekad yang ia upayakan lewat doa, belajar keras, dan ketekunan. Ia gemar memasak, namun tak pernah lupa mengaduk-aduk halaman buku hingga larut malam.

 

Dan pada 18 Maret 2025, namanya resmi tercantum sebagai salah satu calon mahasiswa Fakultas Hukum UI, mengalahkan ribuan pesaing dalam jurusan dengan keketatan seleksi yang tinggi. Tahun sebelumnya, hanya sekitar 114 peserta yang diterima lewat jalur SNBP di jurusan tersebut, dengan tingkat keketatan sebesar 5,94 persen.

 

“Saya tidak menyangka. Perasaan saya campur aduk. Senang, karena akhirnya bisa lulus di kampus impian. Tapi juga sedih, karena membayangkan bagaimana orangtua bisa membiayai kuliah saya,” ungkap Herma.

 

Namun keraguan itu tak berlangsung lama. Dengan keberanian dan kasih, Herma menceritakan semua kepada kedua orangtuanya. Dukungan datang, bahkan dari ayahnya yang selama ini memanggul meja demi sesuap nasi.

 

“Alhamdulillah, setelah saya cerita, mereka mengerti. Ayah justru sangat mendukung saya untuk lanjut kuliah,” katanya dengan mata berkaca.

 

Kini, langkah Herma tak lagi ragu. Ia berharap bisa menyelesaikan pendidikan secepatnya, meraih pekerjaan, dan kelak menjadi Hakim atau Jaksa yang adil dan bijaksana—membawa perubahan, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk keluarganya.

 

Herma tak lupa mengucap syukur dan terima kasih kepada para guru yang telah sabar membimbingnya, juga wali kelas yang tak henti memberikan motivasi. Ia mohon doa dari semua pihak agar selalu diberi kekuatan untuk menempuh perjalanan panjangnya.

 

“Mudah-mudahan kelak saya bisa membanggakan orangtua dan memperbaiki kehidupan keluarga. Itu cita-cita saya,” pungkasnya, tersenyum penuh harap.***

Post a Comment

Comments 0