Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq meninjau lokasi terdampak banjir dan longsor di Cijeruk dan Sukabumi. Foto: Humas KLH
KOSADATA-Pemerintah bertindak tegas usai bencana banjir dan longsor melanda kawasan Cijeruk dan Sukabumi, Jawa Barat. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil langkah tegas: menghentikan sementara aktivitas sejumlah usaha yang dinilai sebagai biang kerok kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cibadak.
“Kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangannya, Rabu, 23 April 2025.
Ia menyampaikan pernyataan itu bersama Deputi Penegakan Hukum KLHK, Irjen Pol Rizal Irawan, seusai meninjau langsung lokasi terdampak.
Di Cijeruk, KLHK menemukan dua perusahaan yang diduga menjadi pemicu utama kerusakan lingkungan: PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) dan PT Amoda (dikenal juga sebagai Awan Hills). PT BSS tercatat membuka lahan hampir 40 hektare untuk proyek ekowisata, termasuk pembangunan jalan sepanjang 1,5 kilometer dan lebar 10 meter—semuanya dilakukan tanpa izin lingkungan maupun pengelolaan run-off. Tak heran, Sungai Cibadak meluap, membawa serta lumpur dari lahan terbuka.
Adapun PT Amoda disebut membangun hotel cabin di lereng curam yang terhubung langsung ke jalan PT BSS. Bukaan lahan seluas 1,35 hektare di sekitar mata air utama Sungai Cibadak turut memicu longsor di beberapa titik. “Ini bukan lagi pelanggaran ringan. Ini praktik pembangunan yang membahayakan masyarakat,” kata Hanif.
Cerita serupa ditemukan di Sukabumi. KLHK mengungkap praktik tambang dan peternakan besar-besaran yang abai terhadap kaidah lingkungan. CV Java Pro Tam, misalnya, meninggalkan bekas tambang 4,74 hektare tanpa reklamasi sejak berhenti beroperasi pada 2022. Ironisnya, dana reklamasi sudah disetor sejak 2014. “Berdasarkan asas contrarius actus, kami akan minta Dirjen Minerba Kementerian ESDM segera memerintahkan pelaksanaan reklamasi,” kata Hanif.
CV Duta Limas juga terciduk menambang zeolit dan batu gamping tanpa dokumen lingkungan. Tak ada kolam endapan lumpur, pemantauan udara dan air, maupun upaya antisipasi erosi. Sementara PT Japfa Comfeed menjalankan peternakan ayam di lahan 60 hektare, dengan 32 kandang aktif, namun belum mengantongi Sertifikat Laik Operasi dan pengelolaan limbah B3 masih jauh dari standar.
KLHK telah menyusun rencana aksi: seluruh aktivitas PT BSS dan PT Amoda dihentikan sampai izin lingkungan dan dokumen pendukung dipenuhi. Tak hanya itu, sanksi administratif hingga pidana lingkungan hidup disiapkan bagi pelanggar yang membahayakan ekosistem dan warga.
“Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam,” tutur Hanif.
Suaranya tegas. Sebuah peringatan keras bahwa eksploitasi tanpa kendali kini tak lagi punya tempat.***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Melepas Penat di Situ Ciranca Majalengka, Sejuknya Kemurnian Air Pegunungan
DESTINASI Apr 04, 2025Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna
SENI BUDAYA Mar 03, 2024Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0