|

Masyarakat Aktif Timbulkan Perubahan Besar di Lampung

Peri Irawan
Apr 28, 2023
0
1 minute

Oleh: Bagong Suyoto
Aktivis Lingkungan Hidup dan Persampahan Nasional

Dulu zaman saya kecil tahun 1970-an/1980-an di bumi Lampung masih banyak hutan, berbagai pepohonan sangat besar dan tinggi, 20-30 meter. Dua pohon kayu sumedang, kayu bayur bisa jadi rumah satu besar. Banyak pohon durian (Durio zibethinus), duku (Lansium domesticum), maka dulu dikenal durian Lampung. Terus, ada kopi (Rubiaceae dengan genus Coffea), lada (Piper Ningrum L) dan cengkeh (Syzygium aromaticum L). Lada Lampung begitu popular hingga manaca negara.

Tanahnya sangat subur penuh humus, tanaman jagung (Zea mays), kedelai (Glycine max L), kacang hijau (Vigna radiata), padi (Oryza sativa) berbulir panjang varietas local cukup banyak dan berbagai varietas tanaman singkong. Sekarang pemandangan seperti itu sudah mendekati punah.

Pada tahun 1995-an saya melakukan riset tentang pertanian biodinamika di Lampung Tengah diterjemahkan dalam bahasa Inggris didanai lembaga bergensi dari Jerman dan Pesticide Action Network  The Asia and Pacific. Tulisan hasil riset itu menjadi salah satu materi buku "Petani: Merajut Tradisi Era Globalisasi" disunting Prof. Kusnaka Adimihardja, P.hD. (INRIK-Unpad, 1999).   

Pada masa itu warga kampung/desa Sribhawono, Bandar, dan sekitar sangat rukun, seringkali melakukan “gugur gunung” atau gotong royong, bersih lapangan, jalan-jalan, sungai sebagi sumber air. Ketika ada tetangga hajatan hampir semua datang, bahkan sanak saudara teman dari luar desa berdatangan. Tujuh hari sebelum hari H hajatan warga siang malam berkumpul. Kerukunan dan solidaritas warga di Lampung tiada tandingannya.

Setelah sekian tahun berjalan situasinya berbeda, setelah lahir UU No. 22/2009 tentang Pemerintah Daerah dirubah UU No 23/2014 tentang Otonomi Daerah dan undang-undang lain, termasuk UU No. 6/2014 tentang Desa.

Semua menjadi berubah, termasuk kecepatan pembangunan di daerah. Salah satunya pemimpin daerah, ada pemilihan langsung kepala daerah (gubuernur, bupati/walikota), legislatif, dll. Partai politik punya tangan hingga pelosok kampung.

Demikian pula, pasca reformasi media massa dan para jurnalis masuk ke gang-gang kampung. Berkaitan dengan itu teknologi informasi dan perangkat media makin canggih. Sehingga terjadi difusi komunikasi dan informasi massif. Dampaknya, muncul jurnalis warga/komunitas. Apa saja jadi konten berita, apalagi infrastruktur jalan banyak lubang, harga panen jatuh, gedung mangkrak bisa jadi berita luar biasa. 

Kasus polemik dan kritik demi kritik kritis dan keras warga terhadap Pemerintah Provinsi Lampung dan berimplikasi pada kabupaten/kota berkaitan dengan infrastruktur jalan rusak dan lainnya akibat masyarakat aktif. Bermula warga aktif.

Sebagai cermin kecerdasan dan pencerahan masyarakat setelah mengalami sendiri, derasnya informasi dan membandingkan dengan situasi lain lebih maju. Karena bertahun-tahun hidup di kota yang infrastruktur publiknya bagus dan lengkap. 

Fakta-fakta infrastruktur jalan rusak, bangunan publik mangkrak di Lampung sudah banyak ditampilkan dalam berbagai media massa dan Medsos; Fb, WA, Twitter, YouTube, dll). Merupakan fakta obyektif, valid dan tak perlu diverifikasi atau difalsifikasi karena kuantitasnya cukup lumayan banyak. Didalamnya ada berbagai testimoni warga. Bahkan, menjadi semacan snowballing.

Ketika mendapat kritik dan tantangan masyarakat, Pemprov Lampung mencoba menghadapkan dengan model kekuasaan. Yakni kemampuan untuk mengatasi sebagian atau seluruh penolakan, dan memperkenalkan perubahan ketika terjadi penolakan tersebut. (Etzioni; 1968; 314). Kekuasaan ini dibedakan dengan assets, sebab assests itu dasar dari kekuasaan.

Maka dalam menghadapi masyarakat aktif tidak bisa lagi menggunakan cara-cara represif, manipulatif dan diarahkan pada tindakan litigasi. Padahal pemerintah dan para birokrat di sini punya celah-celah pelanggaran terhadap hukum, misal diindikasikan ada praktek KKN, suap, dll. Contoh prilaku dan gaya hidup glamor dan hedonis para pejabat dan keluarganya di Provinsi Lampung. 

Indonesia, termasuk masyarakat Lampung berada dalam perubahan-perubahan peradaban manusia, disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemajuan teknologi, informasi, perebutan sumber daya, perebutan kekuasaan dan wilayah antara negara-negara besar. Muncullah peradaban baru.

Salah satu Weltanschauung yang “mengerikan” pada periode ini diekspresikan oleh seorang demagog nasionalis dalam novel Michael Dibdin, Ded Lagoon dalam Samuel P. Huntington (1996). “Tidak ada kawan sejati tanpa musuh sejati.

Jika kita tidak mampu membenci apa yang kita benci, kita tidak akan mampu mencintai apa yang kita cintai. Itulah kebenaran-kebenaran masa lalu, yang secara menyedihkan kembali kita bangkitkan setelah terpendam selama satu abad dan bahkan dalam bentuk yang lebih sentimental. Barangsiapa mengingkari semua itu, berarti mengingkari nenek-moyang, warisan, kebudayaan, dan bahkan kelahiran mereka sendiri, milik mereka sendiri…

Semua itu tak mungkin terlupakan. “kebenarannya yang “tidak menguntungkan” dalam kebenaran-kebenaran masa lalu ini tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para sarjana dan kalangan negarawan. Karena orang mencari identitas dan menemukan kembali etnisitas, permusuhan-permusuhan pun menjadi bagian yang tak terpisahkan, dan permusuhan yang paling berbahaya adalah berbagai benturan yang terjadi diantara peradaban-peradaban besar dunia.

Dalam konteks global, nasional dan daerah sekarang sedang mencari identitas diri. Para pemberi informasi/konten-kontennya sedang meliris identitas diri. Sedang yang merasa bahwa daerah kuasaannya diruntuhkan dengan informasi buruk akan menyebabkan identitas dan kekuasaannya akan menjadi buruk. Merupakan bentuk delegitimasi kekuasaan.

Sekarang ini masyarakat Lampung menjadi aktif dengan segala problematikannya. Masyarakat aktif adalah masyarakat yang menguasai dunia sosial mereka. Dia sangat berbeda dengan masyarakat pasif dimana para anggotanya dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar atau kekuatan aktif lainnya.

Menurut Amitai Etzioni dalam masyarakat aktif orang dapat mengubah hukum-hukum sosial. Di dunia yang demikian itu manusia adalah pencipta, dapat membentuk masyarakat untuk menanggulangi kebutuhan-kebutuhannya.

Para pengkritik, YouTuber atau lainnya bener-benar menguasai konteks sosialnya. Sebab lahir dan dibesarkan di wilayah Lampung. Sekolah dan setiap hari berjalan ke desa-desa atau kota/kabupaten lain di wilayah Lampung.

Setiap hari melihat infrastruktur jalan, drainase, jembatan, dll yang rusah, juga berbagai infrastruktur gedung mangkrak. Juga melakukan interaksi sosial dengan tetangga, komunitas, organisasi masyarakat lokal, dll. Maka muncul kepekaan dan rasa antara benci dengan para actor/pemimpin dengan cinta bagaimana caranya wilayah bisa berubah menjadi lebih baik dan maju. 

Orientasi aktif memiliki tiga komponen: kesadaran pribadi, pengetahuan para actor, dan komitmen pada satu atau lebih tujuan yang harus dicapai serta fasilitas kekuasaan untuk mengubah tatanan sosial. (Etzioni, The Active Society, 1968: 4). Akan tetapi kegiatan yang demikian bukan tanpa berbagai kendala, sebab setiap aksi melahirkan kontra-aksi.

Oleh sebab itu manusia aktif bukan mereka yang semata-mata melakukan segala keinginannya. Untuk bertindak (tepat) manusia yang demikian harus mencari pengetahuan atau informasi. Dia harus bersedia menunda ganjaran (imbalan) pribadi sehubungan dengan realisasi tujuan-tujuan kemasyarakatan yang lebih sempurna.

Apa yang dikemukankan oleh Etzioni adalah “teori masyarakat yang mampu mengendalikan diri” (Theory of societal-control). Persis seperti para ahli fisika yang memanfaatkan energi nuklir, para sosiolog pun harus belajar menfaatkan energi sosial.

Sekarang ini sangat jelas Indonesia dan Lampung bagian dari pertemuan dan benturan peradaban dunia, yakni peradaban Barat (Amerika Serika dan Eropa), peradaban Timur Tengah (Islam), Peradaban Asia Selatan (Hindia), Peradaban Timur Jauh (Cina), dll. Sehingga penguasa tidak menahan kemajuan peradaban itu. Peradaban tersebut didukung oleh teknologi informasi sangat dasyiat, seperti energi nuklir, yang membuat lompatan-lompatan begitu cepat dan mendigital. Jadi, disebutnya kita menjadi bagian dari komunitas dunia.

Pemprov Lampung lebih asyik menggunakan pendekatan persuasif, humanis, partisipatif dan lebih banyak mengedukasi. Maka perlu menyediakan forum-forum dialog dengan warga, anak-anak muda, kaum perempuan, sering turun ke desa-desa/kampung (blusukan), interaksi tatap-muka atau kehadiran bersama (Co-presence) akan memberikan makna lebih dekat dan bermakna, dekat dengan rakyat, menyediakan berbagai saluran agar rakyat bisa berkomunikasi dengan pemimpinnya, menyediakan desk pengaduan masyarakat, dll.

Para pemberi inputs kebijakan sangat membantu kerja-kerja Pemprov Lampung, maka semua saluran harus dibuka dan akomodatif. Jangan sampai memotong atau menghilangkan suara-suara dari kelompok miskin, petani, nelayan, pedagang kecil, perempuan, pelajar, mahasiswa, guru, buruh, dll. Demi membenahi segala aspek pembangunan di Lampung bersama derasnya kamajuan peradaban dunia.*** 

Related Post

Post a Comment

Comments 0