Partipasi Pemilih Anjlok, KPUD Jakarta Dinilai Sebagai Pelaksana Pilkada Terburuk

Ida Farida
Dec 08, 2024

Kepala Bakomstra DPD Partai Demokrat Jakarta, Taufik Tope Rendusara. Foto: ist

KOSADATA-Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta dinilai menjadi pelaksana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terburuk sepanjang sejarah. Pasalnya, partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 sangat anjlok.

"KPUD Jakarta telah dicatat oleh sejarah sebagai pelaksana Pilkada terburuk sepanjang sejarah republik ini merdeka," ujar Kepala Bakomstra DPD Partai Demokrat Jakarta, Taufik Tope Rendusara dalam keterangannya, Minggu (8/12/2024).

Menurutya, KPUD Jakarta harus dihukum jika terbukti menghasilkan Pilkada Jakarta yang tidak legitimasi. Bahkan, ungkapnya, Pilkada Jakarta harus diulang agar melibatkan pemilih yang lebih banyak.

"Harus dihukum KPUD Jakarta ini dan Pilkada Jakarta harus diulang karena menghasilkan pilkada Jakarta yang tidak legitimasi," katanya.

Menurutnya, Pilkada Jakarta telah merubah legitimasi dari sudut pandang kekuatan fisik dan militer menjadi dukungan dari masyarakat secara masif. Namun, hasil yang didapat pasangan nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Si Doel) meraih suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi, yakni 2.183.239 atau 50,07%. Jumlah ini hanya 25% dari daftar pemilih tetap yang ada di Jakarta, sehingga tidak menunjukkan dukungan masif.

"Secara umum, terdapat 2 alasan yang menjadikan legitimasi begitu penting, yakni: mendatangkan kestabilan politik dan membuka kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan," ungkapnya.

Dia menegaskan, pilkada yang menghasilkan legitimasi kuat akan mendatangkan kestabilan politik dan perubahan sosial. Pasalnya, pengakuan dan dukungan masyarakat akan menciptakan pemerintahan yang stabil sehingga pemerintah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang menguntungkan masyarakat.

"Dalam situasi yang sulit, pemerintah yang memiliki legitimasi dari masyarakat akan lebih mudah mengatasi permasalahan dibanding pemerintah yang kurang mendapatkan legitimasi," tegasnya.

Dia meyakini, legitimasi akan membuka kesempatan yang semakin luas kepada pemerintah bukan hanya untuk memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak diatasi, tapi juga meningkatkan kualitas kesejahteraan itu. Sehingga, ungkapnya, untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi  bisa dilihat tiga faktor, yakni secara simbolis, materiil dan prosedural.

"Saya langsung lompat ke cara ketiga, secara prosedural. Metode ini ditempuh dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakilnya, wakil rakyat, kepala daerah atau pun referendum untuk mengesahkan suatu kebijakan umum," tegasnya.

Namun, tegasnya, Pilkada Jakarta 2024 dengan pemenang hanya memperoleh 25% jumlah suara pemilih bisa dikatakan tidak mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Dia menilai, perbuatan KPUD Jakarta telah melanggar adminstrasi proses pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024.

"Karena dengan secara sadar tidak melaksanakan tugasnya yaitu mengirimkan atau memberikan formulir C6 kepada warga Jakarta yang memiliki hak pilih dan cendurung membiarkan warga jakarta tidak menggunakan hak pilihnya," tandasnya.

Diketahui, KPUD Jakarta telah menyelesaikan rekapitulasi perolehan suara Pilkada Jakarta 2024. Hasilnya, pasangan nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Si Doel) meraih suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi, yakni 2.183.239 atau 50,07%.

Total pemilih yang menggunakan hak pilih pada Pilkada DKI Jakarta berjumlah 4.724.393 orang. Dari jumlah itu, surat suara sah sebanyak 4.360.629 dan surat suara tidak sah sebanyak 363.764. Dalam Pilkada Jakarta ini, pasangan Ridwan Kamil-Suswono memperoleh 1.718.160 suara (39,40%), Dharma Pongrekun-Kun Wardana 459.230 suara (10,53%) dan Pramono Anung-Rano Karno: 2.183.239 suara (50,07%).****

Related Post

Post a Comment

Comments 0