Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus
Dari pola temuan BPK dalam satu dekade, potensi salah tagih atau salah bayar di sektor nikel diperkirakan Rp5–12 triliun per tahun.
“Itu uang rakyat yang bisa membangun sekolah dan rumah sakit,” ujarnya.
Selain risiko fiskal, Iskandar menyoroti potensi:
IAW menawarkan dua opsi penyelesaian:
1. Mediasi & Negosiasi Win-Win
Langkah Hukum
2. Keberatan administratif
“Ini soal kedisiplinan prosedur dan rule of law,” ujar Iskandar. Jika Indonesia ingin menjadi pusat industri baterai dunia, kepastian hukum dalam hilirisasi nikel harus dijamin.
Kepada Kementerian ESDM, IAW mengingatkan bahwa legitimasi tidak semata-mata datang dari angka PNBP tinggi, tetapi dari proses yang akuntabel.
“Kepada korporasi, kami imbau untuk terbuka dan bertanggung jawab,” tambahnya.
“Perbaiki prosesnya dahulu, maka substansi yang benar akan berdiri dengan kokoh,” pungkas Iskandar.
Hingga berita ini ditayangkan, Kementerian ESDM, BPKP, dan pihak perusahaan yang menjadi wajib bayar belum memberikan tanggapan resmi. (***)
Update terus berita terkini KOSADATA di Google News.
Comments 0