Penerimaan Pajak Buruk, Ekonom UGM Dorong Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Ida Farida
Apr 09, 2025

Foto ilustrasi: Pixabay/firmbee

KOSADATA – Kinerja penerimaan pajak Indonesia kembali menjadi sorotan. Laporan terbaru Bank Dunia menyebutkan, rasio pajak Indonesia hanya menyentuh angka 9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)—jauh di bawah standar internasional yang merekomendasikan minimal 15 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan penerimaan negara masih menghadapi jalan terjal.

 

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Rijadh Djatu Winardi, menyebut kondisi ini sebagai ancaman bagi keberlanjutan fiskal Indonesia. Dalam pandangannya, pajak seharusnya menjadi pilar utama pembiayaan negara. “Kinerja pemungutan pajak yang baik mencerminkan kemandirian fiskal suatu negara dan mengurangi ketergantungan pada utang,” ujarnya dilansir laman resmi UGM, Rabu (9/4/2025).

 

Meski lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings mencatat rasio utang pemerintah Indonesia sebesar 39,6 persen dari PDB per Januari 2025 masih tergolong aman, namun tren peningkatan utang tanpa diimbangi penerimaan yang memadai justru memperbesar risiko keuangan negara di masa depan.

 

Rp546 Triliun Potensi Pajak Hilang

 

Salah satu penyebab rendahnya penerimaan pajak, menurut Rijadh, adalah ketidakpatuhan wajib pajak dan lemahnya sistem administrasi. Ia mengungkapkan, Indonesia kehilangan potensi pendapatan hingga Rp546 triliun per tahun. Kesenjangan terbesar terlihat pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

 

Khusus PPN, celah kepatuhan bahkan mencapai 43,9 persen dari total kewajiban pajak atau setara 2,6 persen dari PDB. Di sisi lain, potensi penerimaan yang hilang dari PPh Badan mencapai Rp160 triliun per tahun atau sekitar 33 persen dari total kewajiban pajak korporasi.

 

“Permasalahannya bukan hanya pada ketidakpatuhan,


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0