Oleh: Bagong Suyoto
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
Presiden Joko Widodo menyentil urusan pengelolaan sampah tak kunjung beres di sejumlah daerah, termasuk di DKI Jakarta. (22/12/2022). Pj DKI Heru Budi Hartono mengatakan, saat ini Pemprov sudah memiliki fasilitas pengelolaan sampah landfill mining dan refused derived fuel (RDF) plant di TPST Bantargebang. Kapasitasnya 2.000 ton/hari. Namun, Presiden Jokowi sangsi sebelum proyek itu benar-benar terwujuh, tahun 2023 bisa mundur lagi. Kalau bisa terwujud, Presiden senang.
Meskipun landfill mining dan RDF beroperasi, beban TPST Bantargebang masih sangat berat. Dan, perlu bukti apakah tekonologi tersebut mampu mengolah sampah 2.000 ton/hari? Dan, sampah yang tidak diolah jumlahnya masih cukup besar. Berapa besaran biaya operasional dan maintenance-nya? Dan siapa yang akan membeli produknya?
Maka Presiden Jokowi harus membantu mengatasi persoalan sampah di TPST Bantargebang. Dengan memerintahkan sejumlah kementerian untuk bertindak cepat mengatasi TPST Bantargebang sebelum tumbang.
Kondisi gunung-gunung sampah TPST Bantargebang semakin menjulang ke langit diselimut awan makin hitam makin pekat. Tampaknya hujan akan turun dan membuat kekhawatiran tersendiri. Jika hujan turun seputar zona aktif akan becek, licin, dan bisa longsor karena air hujan menambah berat jenis sampah.
Belakangan berbagai media massa mewartakan kondisi TPST Bantargebang secara naratif, audiovisual, apalagi dengan rekaman drone. Hamparan gunung-gunung kelihatan sangat jelas dan mengerikan. Fakta itu menyuguhkan suatu keadaan yang mengharuskan ada mitigasi bencana. Pendeknya, selamatkan TPST Bantargebang sebelum tumbang!!
Pada 25 Januari 2023 Bagong Suyoto dan tim Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) mendampingi tim Centre for Indonesian Medical Students' Activities (CIMSA), terutama dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ke TPST Bantargebang. Mereka melakukan observasi dan pembuatan video documenter tentang aktivitas pemulung dan pengelolaan TPST Bantargebang. Selain itu ingin mendokumentasikan fakta lapangan apa adanya (das sein). Fokusnya adalah hak-hak kesehatan masyarakat rentan (health rights for the marginalized); pemulung Bantargebang.
Saat ini gunung-gununga sampah tersebut didominasi sampah plastik tak mudah terurai. Sampah plastik konvensional menjadi beban semakin berat TPST Bantargebang. Setidaknya 33% merupakan sampah plastik dari total sampah DKI dikirim ke TPST. Data tersebut bersumber dari simulasi sampling Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta tahun 2017.
Saat ini sampah DKI yang dibuang ke TPST Bantargebang 7.500-7.800 ton per hari. Ketika musim hujan akan ada penambahan menjadi 12.000 ton. TPST Bantargebang merupakan tumpukan utama DKI yang dioperasikan sejak 1989.
Semua zona sudah penuh sampah dan semakin tinggi, rata-rata 40-50 meter. Dapat dikatakan, gunung sampah semakin banyak di Bantargebang. Sejak 2014 sampai 2023 pertambahan sampah rata-rata 2 juta sampai 2,7 juta per tahun.
Dampaknya, beban lingkungan hidup bertambah besar dan berpengaruh langsung terhadap menurunnya kualitas udara, air permukaan dan dalam (sumur) serta tanah, juga ancaman kesehatan. Udara kotor menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), radang paru-paru, TBC, Demam Berdarah Dengue (DBD), air permukaan dan dalam tercemar bisa menyebabkan elergi/gatal kulit, disentri, muntaber, tingkat keasaman tinggi mengakibatkan gigi rusak, dll. Berbagai jenis penyakit berasal dari gunung-gunung sampah. Sampah yang tidak diolah timbulkan ancaman tersendiri.
Ketinggian gunung-gunung sampah mencapai sekitar 40-50 meter, yang ditumpuk oleh 7-8 backhoe dan buldozer. Anggaran pengelolaan TPST Sebagian besar terserap untuk pembelian BBM dan biaya penataan sampah, bukan untuk mengolah sampah. Yang menjadi kekhawatiran adalah jika terjadi longsor akan menimbulkan korban, bisa korban harta, juga bisa nyawa. Dan, pasti dampaknya akan lebih besar menyebabkan image TPST buruk.
Sampah plastik, memang jadi perhatian pemulung dan pelapak. Pemulung sangat senang mengorek sampah plastik, dan berbagai jenis sampah lain bernilai ekonomis, seperti beling/kaca, logam, busa, karet, dll. Mereka ini pada umumnya dikategorikan sebagai sektor informal. Kegiatan mereka menciptakan suatu sistem bisnis daur ulang makin besar dan kuat serta menyerap banyak tenaga kerja.
TPST Bantargebang merupakan gudang bahan baku daur ulang sangat potensial. Ini bagian rantai sirkular ekonomi. Masa depan pemulung, pelapak dan industri daur ulang ada di sini, TPST Bantargebang yang luasnya 132,5 hektar.
Sekarang kondisi gunung-gunung sampah TPST Bantargebang sudah mengkhawatirkan, perlu solusi cepat dengan melibatkan berbagai stakeholders. Pertama, penambahan lahan untuk zona baru. Setidaknya 15-20 hektar. Zona baru untuk menampung sampah baru, guna meringankan 4 zona yang overload. Ini bagian dari revitalisasi total.
Kedua, segera mengimplementasikan landfill mining dan teknologi RDF yang kini hampir rampung pengerjaannya. Pengoperasian landfill mining dan RDF sebesar 2.000 ton akan memperingan beban gunung-gunung sampah dan mengurai kemacetan truk sampah.
Ketiga, adanya dukungan solusi pengolahan sampah 3R (reduce, reduse, recycle) mulai sumber secara cepat dengan libat seluruh komponen masyarakat DKI. Karena sistem 3R tampak tidak berhasil di tingkat indoor DKI.
Keempat, pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai dan plastik konvensional secara massif. Plastik tersebut sulit terurai, memakan waktu ratusan tahun. Dan, mulai beralih pada plastik mudah terurai (biodegradable) dan compostable. Setidaknya bisa teruari dalam kurun 2-3 tahunan.
Kelima, pengolahan sampah secara total di tingkat TPST Bantargebang dengan multi-teknologi ramah lingkungan dan tingkat reduksi 80-90%. Mestinya 2.500-2.800 ton/hari sampah organik dari seluruh PD Pasar Jaya atau pasar tradisonal DKI langsung dibawa ke plant kompos. Artinya diproses jadi kompos atau pupuk organik.
Keenam, pemerintah pusat harus membantu Pemprov DKI dalam mengatasi persoalan TPST Bantargebang. Contoh dukungan teknologi composting skala besar atau teknologi lain yang mampu mereduksi sampah secara signifikan.
Ketujuh, solusi lain yang cepat dan tepat untuk mengurangi beban TPST dengan melibatkan pihak swasta professional dan punya teknologi siap pakai. Pemerintah sebagai leading sector harus mengajak entitas swasta. Model pelibatkan swasta dalam mengolah sampah berlaku di berbagai negara.
Secepatnya, TPST Bantargebang harus diselamatkan sebelum tumbang. Waktunya tidak banyak, 4-5 bulan kedepan jika tidak ada solusi cepat dan berani maka bisa saja TPST akan tumbang!! Jangan menunggu malapetaka sampah datang menelan korban!! Ingat, Peristiwa Malam Jumat Naas tahun 2006 lalu, Tragedi Bantargebang Jumat Naas, jangan sampai terulang! ***
Kelompok 3 Praktikan PLKJ 34 Cibegol Targetkan Cetak Buku Bersama di Tasikmalaya
Feb 25, 2023Mau Tukar Uang Baru Buat Lebaran? Berikut Lokasinya di Jakarta, Bogor dan Tangerang
Mar 27, 2023
Comments 0