|

DKI Diminta Tampung Masukan Publik Terkait Penerapan ERP

Bambang Widodo
Feb 21, 2023
0
1 minute

KOSADATA - Pengamat Transportasi Perkotaan, Budi Yulianto meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menampung masukan dari publik soal rencana jalan  elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) untuk memastikan kebijakan itu dapat mengurai kemacetan di Jakarta.

"Pemprov DKI Jakarta harus benar-benar membuktikan program ini akan berhasil dan bisa menciptakan integrasi transportasi strategis yang dapat mengatasi kemacetan," ujar Budi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Budi mengatakan masukan diperlukan mengingat publik masih banyak yang  beranggapan ERP memaksa masyarakat untuk membayar dan tidak ada pilihan lain ketika hendak melalui ruas jalan tertentu.

"Ditambah lagi dengan fasilitas transportasi yang aman dan nyaman secara ekonomi sebagai kompensasinya belum tersedia," ujar Budi.

Menurut Budi, saat masyarakat memilih menggunakan transportasi umum berupa taksi daring dan ojek daring, namun tetap terkena ERP, tentu juga akan memberatkan, lanjut dia.

"Ini harus dipahami Pemprov DKI Jakarta karena program ini banyak melibatkan kebijakan," tutur Budi.

Dikatakan Budi, melihat kegagalan dan keberhasilan ERP yang terjadi di sejumlah kota besar di dunia dapat menjadi bahan pertimbangan rencana kebijakan itu di Jakarta.

"Saya memberikan contoh penerapan ERP di Inggris, yang walaupun berhasil diterapkan di London, namun gagal diterapkan di kota-kota lainnya seperti Birmingham, Cardiff, dan Liverpool," jelas Budi.

Selain itu, kata Budi, tidak hanya di London, negara Singapura dan Stockholm di Swedia juga berhasil menerapkan ERP. Namun, di sisi lain penolakan ERP terjadi di Hong Kong yang sejak 1983 memperkenalkan ERP namun hingga kini tidak kunjung dilaksanakan karena ramainya penolakan warga.

Paling terkini, lanjut dia, penolakan ERP juga terjadi di New York, Amerika Serikat saat pemerintah setempat mendapatkan persetujuan dari badan legislatif di kota itu.

Dikonfirmasi terpisah, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan pogram Jalan Berbayar Elektronik (elektronic road pricing/ERP), rencana kenaikan tarif KRL Commuter Line dan pengoperasian LRT Jabodebek dapat secara simultan dilakukan.

"Karena saling mendukung dan mendorong penggunaan transportasi umum secara lebih masif. Kerja bareng pemerintah pusat dan pemda dalam upaya meningkatkan porsi penggunaan transportasi umum," kata Djoko.

Djoko menambahkan sistem Jalan Berbayar Elektronik (JBE) merupakan suatu sistem yang dikembangkan untuk pembatasan kendaraan pribadi yang merupakan turunan dari manajemen permintaan perjalanan (transport demand management/TDM).

"JBE atau dikenal sebagai congestion charging adalah suatu metode pengendalian lalu lintas, yang bertujuan untuk mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik dimana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampui kapasitas jalan," tutur Djoko.

Dikatakan Djoko, manajemen permintaan perjalanan dalam mengelola transportasi perkotaan ada kebijakan push and pull strategy.

"Push strategy adalah kebijakan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan umum. Sedangkan pull strategy dengan menyediakan layanan angkutan umum terintegrasi, kemudahan bagi penggunaan angkutan umum," ungkap Djoko.

Sebenarnya, lanjut Djoko, rencana Penerapan Jalan Berbayar Elektronik sudah diwacanakan sejak Gubernur Sutiyoso dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro. Manfaat Jalan Berbayar Eelektronik (Dishub. DKI Jakarta, 2021) dari sektor lalu lintas adalah mengurangi kemacetan lalu lintas, mempersingkat waku tempuh, meningkatkan keselamatan lalu lintas dan merubah perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.

"Sementara dari sisi hukum adalah penegakan hukum secara elektronik, memangkas birokrasi peradilan hukum terkait pelanggaran lalu lintas, dan meningkatkan ketertiban masyarakat. Sisi lingkungan untuk mengurangi kebisingan yang dihasilkan kendaraan, dan menurunkan tingkat polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor," sambung Djoko.

Djoko menambahkan dari sisi pungutan ERP bukan Pajak tetapi Retribusi. Pajak adalah pungutan wajib yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan oleh negara, namun setelah melakukan pembayaran atas kewajiban pajak nya, Pembayar pajak tidak mendapatkan balas jasa atau kontra prestasi secara langsung.

"Pajak-pajak seperti pajak kendaraan bermotor, PPH, PPN dikumpulkan terlebih dahulu untuk kemudian digunakan membiayai berbagai macam keperluan publik, seperti jalan, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, ruang publik," ungkap Djoko.

Retribusi adalah pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang menggunakan fasilitas yang disediakan oleh negara, berbeda dengan pajak maka Pembayar Retribusi mendapatkan kontra prestasi langsung dari apa yang dibayarnya.

"Misalnya, membayar retribusi parkir maka orang tersebut berhak memarkir kendaraannya pada ruang parkir yang tersedia," papar Djoko. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0

Trending Post

Latest News