Rempang: Di Antara Suara, Doa, dan Masa Depan

Ida Farida
Apr 06, 2025

Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara berdialog dengan penduduk Rempang. Foto: IG Kementrans

Oleh: Yoyo Budianto

Tenaga Ahli Menteri Transmigrasi 

 

Kadang, perjalanan bukan soal ke mana kita pergi, tapi bagaimana kita hadir. Bukan tentang tugas, tapi tentang niat. Rempang, dalam kunjungan ini, bukan sekadar lokasi di peta—ia menjadi ruang refleksi, tempat negara menguji keberpihakannya pada manusia.

 

Kunjungan kami ke Rempang di akhir Maret 2025 bukan hanya urusan birokrasi. Ia adalah perjalanan dari hati ke hati. Sebuah ikhtiar untuk hadir, bukan sekadar lewat tanda tangan dan berita acara, tapi lewat empati yang nyata, di antara suara-suara yang selama ini mungkin luput terdengar.

 

Hari Pertama – 29 Maret 2025

 

Pagi itu, kami terbang ke Batam. Setibanya di Bandara Hang Nadim, Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, disambut oleh Walikota Batam, Pak Amsakar Ahmad, dan Wakil Walikota, Bu Li Claudia Chandra. Tujuan pertama kami adalah TPS Buana Central Park, tempat puluhan kepala keluarga menunggu. Di sana, dialog terjadi bukan dari atas podium, tapi dari jarak yang manusiawi—duduk sejajar, mendengar satu per satu suara warga, tanpa naskah sambutan, tanpa formalitas yang kaku.

 

Pak Menteri datang bukan membawa janji, tapi waktu. Bukan pernyataan siap siar, tapi niat tulus untuk hadir dan mendengar. Bingkisan dari Presiden Prabowo Subianto diserahkan secara simbolik, sebagai tanda bahwa negara tak hanya hadir untuk mereka yang setuju relokasi, tapi juga untuk yang menolak—semua didengar, semua dihormati.

 

Dari TPS, perjalanan berlanjut ke Pulau Rempang. Di Rempang Eco Park, Pak Menteri memutuskan untuk menginap di rumah hunian calon transmigran. Keputusan itu sederhana, tapi dalam. Ia ingin benar-benar merasakan denyut kehidupan yang sedang tumbuh,


1 2 3 4 5

Related Post

Post a Comment

Comments 0