Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara berdialog dengan penduduk Rempang. Foto: IG Kementrans
Setelah itu, beliau kembali ke Eco Park, bersilaturahmi dan makan opor bersama keluarga calon transmigran. Dalam suasana lebaran yang syahdu, beliau menyampaikan, “Saya ingin merasakan roso, jiwa, soul yang dirasakan masyarakat Rempang saat merayakan Idul Fitri ini. Dan saya juga ingin meminta maaf kepada warga Rempang atas langkah-langkah pemerintah yang mungkin pernah menyakitkan.”
Kami menutup perjalanan ini dengan menghadiri open house di rumah dinas Walikota Batam. Dalam perjalanan, Pak Menteri tetap membuka waktu untuk wawancara dengan jurnalis. Tidak lelah. Tidak tertutup. Karena bagi beliau, mendengar adalah bagian dari pekerjaan.
Refleksi Akhir
Rempang bukan hanya nama pulau. Bukan pula sekadar tanah seluas 17.000 hektare yang dihuni 2.637 kepala keluarga. Ia adalah suara. Ia adalah doa yang menunggu dikabulkan. Ia adalah harapan bahwa pembangunan tidak semestinya menjadi alat pemaksaan, melainkan jalan menuju keadilan.
Di Rempang, tak ada SMA. Apalagi perguruan tinggi. Di antara suara-suara yang menyambut relokasi dengan hati terbuka, ada satu hal yang terus disuarakan: masa depan.
“Saya nelayan. Saya sadar, kalaupun nanti ada industri di Rempang, saya mungkin tetap jadi nelayan, atau paling banter buruh pabrik. Tapi saya ingin anak saya bisa sekolah tinggi. Saya ingin di Rempang nanti ada SMA dan perguruan tinggi. Supaya anak-anak kami bisa belajar, lalu bekerja di tanah sendiri. Jadi mandor, atau bahkan pimpinan di industri itu. Jangan seperti tetangga saya—anaknya sekolah tinggi ke luar Rempang, lalu
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna
SENI BUDAYA Mar 03, 2024Melepas Penat di Situ Ciranca Majalengka, Sejuknya Kemurnian Air Pegunungan
DESTINASI Apr 04, 2025Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0