Revisi UU DKJ Berpotensi Memicu Publik Menduga Ketidakmatangan Perencanaan IKN

Ida Farida
Dec 11, 2024

Kecantikan Monas di Jakarta. Foto: IG annalufiati

Oleh: Sugiyanto 

Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat)

 

Sebelum melanjutkan artikel ini, saya ingin menyampaikan bahwa saya berkomitmen untuk terus menulis berbagai analisis dan pandangan hingga lima tahun ke depan. Komitmen ini sejalan dengan masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto periode 2024-2029. 

 

Sebagai relawan independen yang mendukung Prabowo Subianto sejak Pilpres 2019 dan 2024, saya merasa memiliki tanggung jawab moral. Oleh karena itu, saya merasa perlu untuk mendukung, mengawal, dan memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah demi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.

 

Saat ini, saya ingin kembali mengulas Revisi Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ)!

 

Sebagaimana diketahui, pada 19 November 2024, DPR RI mengesahkan revisi UU No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025. Revisi tersebut kemudian disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto melalui penerbitan UU No. 151 Tahun 2024 pada 30 November 2024.

 

Namun, saya berpendapat bahwa revisi UU DKJ tersebut menimbulkan sejumlah kerancuan, terutama terkait status Jakarta. Misalnya, meskipun nomenklatur "DKI Jakarta" diubah menjadi "Daerah Khusus Jakarta" (DKJ), Jakarta tetap disebut sebagai Ibu Kota Negara. Hal ini berlaku sampai diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) yang menetapkan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).

 

Terkait hal tersebut, saya sebelumnya telah menulis artikel berjudul "Revisi UU DKJ Menyebabkan Kerancuan: Jakarta Tetap Ibu Kota, yang Dibutuhkan Keppres IKN, Bukan Revisi UU DKJ" pada 10 Desember 2024. Artikel ini menegaskan bahwa revisi UU DKJ sebenarnya tidak diperlukan, karena


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0