Forkad gelar diskusi publik bertajuk "Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi". Foto: kosadata
Sementara itu, aktivis Perludem yang juga dosen pemilu dari UI Titi anggaini menegaskan, pilkada adalah pemilu yang harus tunduk pada undang-undang serta patuh pada asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur dan adil (jurdil), dan demokratis.
“Pilkada adalah pemilu. Tak ada pembedaan pilkada dan pemilu, karena itu, harus patuh pada asas luber jurdil, demokratis. Sehingga pemilu jadi bermakna, tidak sekadar simbolik, ritual, seremoni. Penyelenggaranya netral dan profesional, pemilihnya terdidik,” kata Titi.
Untuk itu, kata dia, birokrasi harus netral, dan boleh dipolitisasi, atau berpolitik praktis. Petahana, ujarnya, juga tak boleh melakukan penggantian atau mutasi jabatan ASN hingga masa akhir jabatannya.
Pengamat politik UI, Chusnul Mar’iyah, yang juga menjadi pembicara mengatakan, sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, birokrasi tak pernah benar-benar netral. Di masa Orde Baru, ujarnya, Golkar juga selalu memanfaatkan birokrasi.
“Suap politik, korupsi, satgas pemenangan sampai tingkat polsek. Apakah birokrasi korban atau pemain? Golkar melalui Korpri, birokrasi selalu terlibat secara terpaksa atau sukarela,” ujar Chusnul.
Karena itu, untuk membereskannya, ia mengusulkan sistem pilkada diubah. “Saya tak setuju desentralisasi kabupaten/kota. Pilkada cukup di tingkat provinsi saja,” pungkasnya.***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0